30 September 2015

fiksimini #35

Wangi lele goreng menusuk hidung Afan saat ia masuk ke warung tenda dekat rumahnya. Diedarkannya pandangan, di pojok belakang tampak beberapa orang menghadapi papan catur, sementara di bagian depan ada beberapa kelompok orang bergosip.

"naaah, ini wartawan kita datang.."
"sinilah nak, bagi kita berita berita terbaru."
dua orang dikelompok sebelah kanan Afan tiba tiba berteriak. Tanpa perlu menoleh Afan sudah tahu siapa itu.
-ah... pak RT dan pak Wakid..berabe nih- pikir Afan.
"halo, pak," Afan mengangguk sopan. "saya ke belakang dulu pak."
"ah, nak Afan, duduklah barang sebentar dengan kami." pak RT mendadak sudah berada di sisinya dan menarik Afan kearah kelompok gosip mereka.
"Santai sajalah nak wartawan..." pak Wakid berteriak kepada pelayan warung. "Jaang, kopi hitam satu lagi..."

Jadilah Afan berkumpul dengan kelompok empat orang itu, pak RT, pak Wakid pemilik kost kostan, pak Emat mantan calon anggota DPR yang gagal, dan pak Romih salah satu tetua kampungnya.

"begini nak Afan, kami sedang bicara tentang pembuatan SIM di polres kita... berlarut larut ini, harus lulus tes ini dan itu kalau tidak pakai orang dalam" pak Romih mengawali percakapan.
"padahal katanya jaman pemerintahan bersih..."
"wah.. kurang tau saya, pak" Afan berkomentar sopan
"kurang tau atau tak pernah tau..hahaha... kalau wartawan memang tak pernah susah ya.. tinggal tunjukan kartu pers, SIM keluar hahaha.."
"polisi memang takutnya sama wartawan, takut diberitakan." kata pak RT.
"payah memang korupsi ini, lihat anggota DPR yg sekarang, diam saja dia. Dulu banyak janji. Coba kalau saya yg terpilih, saya sikat itu polres.." pak Emat berkata berapi-api.
- masih juga belum move on- pikir Afan.

"polisi memang baru kapok kalau diberitakan... gimana mas Afan? bisa nggak itu diliput?"
"wah nanti saya usulkan pak"
"biar tahu rasa kalau mereka diberitakan hahaha..."
Seolah memdapat pemecahan masalah, topik bahasan mereka pun bergeser. Mulai kurikulum 2013 sampai gosip siaran langsung sunatan nya seorang artis cilik. Semua kemudian mengarah ke satu titik, Afan harus membuat berita tentang itu, seolah olah dengan memberitakan suatu masalah maka pemecahan pun segera terjadi.

Mendadak handphone Afan berbunyi, suasana mendadak hening. Keempat orang itu mendadak berhenti bicara dan memperhatikan Afan yang mengangkat telepon.
"iya pak,... siap.... sedang ngobrol aja kok.... oh sekarang? siap pak... saya segera meluncur, baik pak... oke pak"
Afan mematikan handphone sambil berkata pada empat orang yang memandangnya penuh rasa ingin tahu.
"mohon maaf pak, saya harus bertugas lagi..."
"wahh... sekarang juga?"
"nggak enaknya wartawan ini... selalu siap tugas..."
"boleh tau ada berita apa?"
"Nonton aja pak besok pagi hehe"

Afan pun pamit. Saat melangkah ke motornya, ia membatin;
- ah berat sekali kalau dengar percakapan seperti itu. beban... seolah olah kalau diberitakan semua jadi beres. sepertinya wartawan punya kekuatan supranatural lewat beritanya...padahal untuk memastikan jam tayang beritanya tidak digeser-geser saja kami tak mampu..-
Sambil menstarter motornya, Afan memaki agak keras.
"brengsek, padahal gua cuma mau cari makan sambil main catur malam ini..."

Di sebuah rumah di seberang kota, Tita kekasih Afan, masih memandangi telepon ditangannya. ia tidak percaya pada percakapan yg baru saja terjadi.

No comments:

Post a Comment