05 September 2014

fiksikota #26

"cepatan dong, dasar lelet... elo mau telat apa ? bego..."
Sahim buru buru memakai sepatu. Anak 8 tahun itu gugup mendengar ayahnya marah marah. Sang ayah sudah siap diatas motor, siap mengantar Sahim sekolah.
"lelet amat sih, emang lo pikir bapak lo ini nggak kerja apa?" Sang ayah mendorong kepala Sahim saat ia naik ke honcengan motor. Saat bocah itu mencoba mencium tangan ibunya, sang ayah menekan gas. Mereka pun melaju tanpa berpamitan.
*Sahim belajar, memaki-maki itu wajar, dan sopan santun itu merepotkan*

"Pak, nggak pakai helmnya?"
"brisik lo, gak ada polisi ini..."
*Sahim belajar, kalau tak ada yang tahu wajar saja dia berbuat curang*

Motor melaju kencang. Berjalan zigzag, selip sana sini. Beberapa klakson mobil dan umpatan diabaikan sang ayah. Beberapa lainnya dibalas dengan lebih sengit.
*Sahim jadi mengerti, kepentingan pribadi harus lebih utama dari kepentingan umum*

"bego luh... nyupir kayak banci!" Sang ayah menampar kaca spion mobil yg menghalanginya sampai membalik. Saat sang sopir mobil yg memaki-maki berhasil membuka jendela, motor mereka sudah melaju. Sang ayah mengacungkan jari tengahnya sambil tertawa. Setiap ada motor atau mobil yg menghalangi, ayah Sahim menekan klakson kuat kuat sambil memaki.
*Sahim belajar lagi, boleh saja jadi pengecut dan menghina orang asal menguntungkan*

Memasuki jalan utama, baru sang ayah memasang helm. Ada pos polisi didepan. Begitu pos terlewat, helm pun lepas lagi. Dua kilometer sebelum sekolah Sahim, sang ayah memotong jalur dan langsung melawan arus.
"biar cepet, nih him, nggak ada polisi, kita potong arah aja.." sang ayah.
*Sahim jadi mengerti, tak apa curang kalau tidak tertangkap*

Sampai di gerbang SD motor dihentikan melintang pintu masuk, sang ayah membantu Sahim turun. Mengeplak kepalanya perlahan dan mendorongnya menjauh.
"keren kan bapak lo? cuma 40 menit udah sampe sekolah.. kurang jago apa naek motornya? hahaha.."
*sang ayah tertawa bangga dan Sahim belajar, jago itu berarti bisa melanggar segenap peraturan tanpa tertangkap*

Sahim masuk ke gerbang.
"woi, elo gak cium tangan?" teriak sang ayah. Sahim hanya berbalik sebentar, mengangkat satu jari tengah ke arah ayahnya, lalu berbalik lari ke arah sekolah. masih didengarnya sang ayah berteriak teriak. Sahim tahu, walau makian kotor keluar, bibir sang ayah pasti tersenyum.
Ayahnya sangat sayang padanya. Buktinya setiap hari ia selalu diajari banyak hal.

‪#‎mikrostory‬ ‪#‎fiksikota‬

No comments:

Post a Comment