05 September 2014

fiksikota #23



suara gemeretak keras mengejutkan seluruh penumpang kapal. dalam hitungan menit dek kapal mulai miring, semua barang yang tak terikat merosot dan tercebur kearah laut.

Arif berlari kearah buritan yang mendadak jadi tempat tertinggi di kapal itu. serabutan doa doa berhamburan dari mulutnya. air mata mengalir deras dipipinya. ia tak mau mati, anak dan istrinya menunggu nafkah darinya dirumah.

Indria meringkuk bertumpu pada sebuah pilar yang miring. wajahnya tenang, tapi gerakannya tergesa. ia mengeluarkan telepon selulernya dan mulai mengetik pesan: - say, kalau kita tak sempat bertemu lagi, aku hanya mau bilang bahwa aku selalu cinta padamu. have a great happy life, okay? i’ll wait for you on the other side.. - helaan nafas terdengar seiring ia menekan icon kirim.

diburitan sang kapten baru melepas sekoci terakhir. paling tidak 20 orang lagi bisa lepas dari kapal yang dipimpinnya. sang kapten tahu, ia akan menemani kapalnya itu beristirahat dipalung terdalam. tak apa, laut adalah hidupnya, dan laut juga matinya.

belasan orang tewas, ratusan lainnya hilang. seperti semua tragedi, setiap korban punya cerita, mimpi, keluarga, harapan dan beberapa orang yang mengharapkan mereka selamat. seperti semua tragedi, kepergian mereka ditangisi.

sementara itu, dikota yang semakin miskin empati, seorang keparat membuat karya photoshop hoax, tentang penemuan pesawat jatuh di lokasi yang berbeda dengan dugaan para pencari. ratusan orang Bodoh pun menyebarkannya dengan sukarela hanya supaya terlihat lebih pintar.

disudut sudut lain kota, keluarga dan kekasih korban menangis.

#fiksikota #microstory

No comments:

Post a Comment