05 September 2014

fiksikota #22


Kata kata pengacaranya saat meninggalkan sidang pertama terngiang dikepala Azril. 
"begini kerjaan busuk penegak hukum. memangnya mereka bisa dihukum kalau begini caranya? penundaan sidang... kesaksian tak jelas... ya tentu saja tak jelas. saksi utamanya anak berumur 5 tahun!"

Azril menutupi mukanya dengan tangan. ia teringat teriakan anaknya saat mengigau.
"hentikan mereka, ayah.. hentikan mereka... sakit ayah sakit... mereka jahat... aku takut ayah..."
mengingatnya saja membuat ulu hatinya seperti dipilin.

Sakitnya mendengar anaknya ketakutan terasa lebih menusuk daripada tatapan orang disekitarnya. mereka mungkin kasihan atau bersimpati, tapi buat Azril tatapan mereka seperti menyalahkannya. Ia pun merasa bersalah, sangat bersalah. sebagai Ayah ia malah mengirim anaknya ketempat yang kejam dan menyakitkan buatnya.

Perlahan Azril berdiri dan melangkah keluar pintu sekolah anaknya itu. Taman kanak kanak yang mewah -sangat mewah- saat ia memasukkan anaknya ke sekolah ini, ia berharap memberikan pendidikan terbaik dan penuh cinta pada anaknya, tapi ternyata malah menyengsarakan anaknya.

mencintai anak, Azril merasa sakit mengingat kata itu. dalam bahasa latin mencintai anak bisa diterjemahkan dengan Paedophilia.. dan sungguh ironis istilah itu juga digunakan untuk kelainan yang menyengsarakan anak anak.

Ia menegakkan kepala. penyesalan menyelip di hatinya, tapi tangis anaknya yang pilu membuatnya mengeraskan hati dan terus melangkah. Seorang ayah memang harus melindungi anaknya. apapun resikonya.

Malam sudah nyaris berakhir saat Azril keluar dari gedung sekolah itu. ditangannya sebuah pisau berlumuran darah.

#fiksikota #microstory

No comments:

Post a Comment