05 September 2014

fiksikota #19



Dia miskin, hidup dibagian terkumuh kota. tidak didalam rumah kardus, tapi dibawah sebuah gardu listrik bekas. 
sehari sekali ia makan nasi, selain itu cukup tegukan air untuk menekan lapar dan dahaga. 8 tahun umurnya, tubuh ramping dengan kulit kusam. matanya, ya hanya matanya yang terus menyala. 

sepengetahuannya ia tak punya nama, tapi semua orang dijalanan menanggilnya Dekil. tak apa, paling tidak ia bisa memperkenalkan diri. Nama itu jadi pengenalnya, selain sebuah tanda lahir besar di pipinya.

awal januari 2014, sebuah mobil mewah berhenti di rumah gardunya. seorang perempuan berpakaian mewah mendadak memeluknya sambil menangis. Dekil tak bereaksi. ia tak berontak karena parfum yang dikenakan wanita itu sangat harum. membuatnya nyaman. Parfum kelas tinggi. Karena asyik menikmati parfum, Dekil tak mendengarkan betapa sang wanita menangis, memohon maaf telah membuangnya, dan menyebut dirinya ibu Dekil.
Dekil menurut saja saat dituntun masuk mobil. Itu terakhir kalinya Dekil terlihat di gardu rumahnya.

awal mei 2014, Dekil menyusuri jalan setapak lagi. tubuhnya kotor walau bajunya baru.
Dekil lari dari rumah ibunya. ia muak dipaksa dan dibersihkan. segala peraturan yang mengikat membuatnya kesal. hanya berbekal baju baru, ia kembali ke jalanan. ia tak kembali ke rumah gardu, karena ibunya pasti mencari kesana.

Ini bukan kotanya, bukan tempatnya biasa berlari, tapi ini jalanan dan jalanan adalah rumahnya.

#fiksikota #microstory

No comments:

Post a Comment