05 September 2014

fiksikota #18



Duka menatap langit. Awan putih berarak. Tekanan didadanya tak berkurang. Kecewa, putus asa dan frustasi tercampur sempurna. Dibawahnya puluhan orang berkumpul. Suara mereka tak terdengar, tapi tatapan mereka mencapai perasaannya. Ayah dan Ibunya ada diantara mereka.

-ah, mereka tak akan pernah mengerti- pikir Duka. Ia teringat betapa marah orang tuanya saat ada nilai dibawah delapan di raportnya. betapa kasar kata kata mereka saat ia minta ijin naik gunung bersama teman temannya. setiap hari hidupnya dipenuhi kursus, les dan perintah orang tua dan lingkungannya.

Kini nilai UN nya hanya rata rata tujuh. -Mereka pasti murka-

Duka terluka hatinya. Telinganya kini terlalu penuh kesedihan untuk mendengar tangisan orang tuanya dibawah. Pikirannya mampat oleh kebingungan. -Aku harus membebaskan diri. aku harus terbang dari semua ini-.

Duka menatap seekor burung yang terbang lepas, lalu tersenyum.Duka merentangkan tangannya lalu melompat.
-bebas, aku ingin bebas-

Di halaman bawah apartemen, orang tua Duka menjerit histeris.

#fiksikota #microstory

No comments:

Post a Comment