25 August 2010

news masochist

Saya mendadak menjadi penikmat berita lagi. Newsfreak, istilahnya. Dalam sehari paling tidakada 3 koran berita yang saya baca, itu belum termasuk beberapa media online yang terus saya buka setiap punya kesempatan membuka internet. Berita nasional yang jadi perhatian utama saya. Memang, akhir-akhir ini berita-berita nasionaldi Indonesia sangat menarik. Selain bervariasi, juga sangat banyak berita yang tergolong besar. Akibatnya tidak semua berita bisa ter ekspose sempurna.

Jangan disangka saya memperoleh kesenangan dari mengikuti berita-berita itu. Saya malah mendapatkan kesedihan, kegeraman dan uga nyaris frustasi. Betapa tidak, semua berita nyaris menghancurkan gambaran Indonesia sebagai negara besar yang layak dihargai. Padahal sejak kecil saya sangat cinta pada negara ini. Saya buka halaman demi halaman koran, banyak berita menyedihkan. Sepertinya media media di negara tercinta ini masih menganut jargon politik kuno; Bad News is a Good News.

Di negeri ini ternyata wartawan terus diancam, dipukuli, dan bahkan dibunuhi karena berpegang pada sumpah profesionalnya. tapi saya baca juga, anggota dewan yang berbohong, korupsi, minta penambahan budget ke kantong pribadi. Entah kenapa mereka tidak diancam, dipukuli atau disantet sekalian, padahal jelas mereka melanggar sumpah jabatannya. Atau memang di negara ini yang menuruti aturan yang dihukum? dan yang semena-mena bisa bebas bicara?

Ah, negara ini memang sepertinya sudah menjadi surga bagi para penjahat. Koruptor yang sudah terbukti salah diberi potongan hukuman hingga bertahun-tahun penjara, setelah bebas dipuji-puji, dijilat-jilat oleh para pejabat. Senjata api dimana-mana, tak heran bank-bank dirampok, toko emas dibongkar. Rakyat tak berani melawan sebab senjatanya tak imbang. M-16 dan AK-47 melawan pentungan dan kepercayaan.
Ah, negara ini memang sudah jadi neraka buat para pekerja yang jujur mencari nafkah. Para TKI disiksa tak dibela negara. Pengawas perairan diculik dan dihina negara tetangga, pemerintah diam saja.

Hidup rakyat Indonesia penuh tekanan dan ledakan. Gas elpiji meledak, Gas freon meledak, Gas alam meledak, bahkan oksigen pun meledak. Hidup mereka sudah berat, tapi yang curhat malah pimpinan tertingginya.

Bagaimana rakyat tak jadi penuh dengan amarah? anak-anak mereka diancam diculik, rumah mereka terancam digusur, bahkan makam mereka terus dipinggirkan.
Berita-berita di media yang menjadi cermin keadaan masyarakat pun semakin parah. Ibu aniaya dan bunuh anak kandung, bapak bunuh diri mengajak putranya, video mesum dimana-mana, dari pelajar, bupati, artis, polisi, walikota, oknum anggota paskibra, sampai anggota dewan semua punya dokumentasi tak senonoh..
bahkan sepertinya para petinggi negeri merasa belum hidup kalau belum punya dokumentasi ala ariel peterpan.

ah, Saya masih terus membaca berita. Mendadak merasa harus membaca dan mendengar kabar-kabar terbaru, entah kenapa. Mungkin sekedar tak mau ketinggalan gosip terbaru agar bisa bercakap-cakap dengan ibu-ibu tetangga. Membaca berita tentu punya pengaruh besar buat saya. Selain makin cerdas, saya makin frustasi, makin sedih dan tertekan, tapi saya jadi semakin tahu bagaimana rasanya hidup di Indonesia yang sesungguhnya. Saya terus menunggu berita-berita yang saya baca menjadi semakin baik dan cerah, atau paling tidak menunggu berita yang benar-benar penting diekspose dimedia masa negeri ini.
Terus terang saya merasa kehilangan. Tak terdengar lagi kasus century, kasus dana aspirasi DPR yang menyedot uang rakyat, dan kasus lain yang 'besar' dan 'penting'. Kelihatannya tenggelam oleh 'small' bad news yang dianggap sebagai real news.

Saya jadi penikmat berita lagi. Mungkin menjadi jadi sedikit masochis, karena mulai menikmatinya.
Menikmati kesedihan dan rasa sakitnya menjadi pewaris bangsa yang (dulu) besar ini.

didit

No comments:

Post a Comment