21 March 2010

Nyontek

Membaca kompas sabtu kemarin, saya agak terperangah. Tertulis bahwa penanggungjawab keamanan dan pihak kepolisian berjanji memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional kali ini. Di Yogyakarta –kota pelajar- keamanan akan di fokuskan ke 11 sekolah negeri dimana tahun lalu diduga terjadi kecurangan.

Saya malah jadi sedih dengan pernyataan itu. Para pelajar kita dijaga seperti kriminal. Mereka dipandang negatif dan dicurigai akan melakukan kecurigaan. Memang tak ada asap kalau tak ada api, tapi rasanya cara pandang bahwa semua pelajar akan melakukan tindakan tercela kalau tidak diawasi adalah berlebihan. Cara pandang tersebut terlalu negatif buat saya.

Ah.... Saya memang tidak banyak mengerti soal sistem pendidikan di negeri ini. Istri saya bilang, kalau sekarang saya ikut ujian nasional saya mungkin tidak lulus karena nilai matematikanya kurang dari 5. Dulu saya lulus karena nilai ujian yang lain kalau di rata-rata masih 8. tapi pernyataan itu membuat saya berpikir, apakah semua orang harus hebat di semua bidang? Bukankah bakat dan potensi semua orang berbeda? Pendidikan yang menyeragamkan semua anak menurut saya adalah pendidikan yang membodohi masyarakat. Harusnya tiap orang mendapat kesempatan mengembangkan potensi diri masing-masing.
Paling tidak saya tidak mencontek saat itu. Saya memang bukan yang paling cerdas, tapi juga bukan yang paling bodoh. Waktu itu saya percaya sekali bahwa karena saya termasuk kelas menengah, maka pasti saya akan lulus tanpa perlu mencontek..

Nah... Menurut saya begini logika yang harusnya dipakai:
Kalau satu orang pelajar curang, berarti memang dia adalah tipe hiper creative sehingga melakukan cara yang tak terbayangkan oleh pelajar lain demi nilai besar, tapi kalau nyaris sebagian besar pelajar merasa bahwa curang adalah cara terbaik untuk memperoleh nilai bagus, berarti ada yang salah!
Yang salah tentunya bukan para pelajar, karena sesuai namanya, mereka adalah pelajar yang mempelajari ketrampilan, keyakinan dan nilai-nilai mereka dari lembaga pembelajaran tempat mereka berada.
Menurut saya yang salah adalah sistem pendidikan saat ini.
Kalau lembaga pendidikan sudah ’mengajari’ bahwa curang adalah cara terbaik dan wajar dalam mencapai tujuan, maka segeralah itu akan menjadi sikap mental para pelajar dalam belajar.
Masalahnya kemudian maukah kita menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengubah yang salah tersebut? Pengorbanan yang harus dilakukan mungkin lebih dari itu, mengingat kesalahannya bisa jadi sudah sampai taraf sistemik.

Alangkah sedihnya kalau pelajar yang akan menjadi tumpuan bangsa di masa depan, dilatih dan dibesarkan dengan negatif; dengan pandangan bahwa semua orang punya kecenderungan untuk curang, merusak, malas dan tidak produktif jika tidak diawasi. Lambat laun mereka akan percaya bahwa sikap curang, malas dan kontra produktif adalah sikap wajar untuk dimiliki.
Bayangkan kalau kelak semua orang pintar –lulusan perguruan tinggi- punya ugama yang mirip. Mereka akan curang kalau kondisi memungkinkan, mereka akan jadi pemalas kalau tidak diteriaki atasannya, mereka tak merasa berbuat yang lebih baik adalah sebuah pencapaian. Bayangkan saja...

Ah... saya juga ragu, apakah orang-orang yang menganggap sistem pendidikan sekarang ini sudah tepat, bisa lolos kalau menjadi pelajar saat ini. Paling-paling mereka akan meniru dan belajar dari lingkungannya, mencontek dan curang untuk lulus..

No comments:

Post a Comment