Beijing Behind the Cover
Jalan dan Lalu Lintas Beijing,
Saya cinta Indonesia, dan selalu beranggapan bahwa Indonesia adalah salah satu dari bangsa besar yang ada di muka bumi, tapi kunjungan ke Beijing, China, sempat menggoyahkan keyakinan saya.
(baca sampai selesai, Baru komentar)
setelah kagum habis-habisan pada hari pertama, hari kedua saya mulai menjelajahi Beijing lebih dalam lagi. Kota tua ini adalah ibukota dari Republik Rakyat China. Sebuah kota budaya yang memiliki banyak sekali peninggalan berharga yang usianya lebih tua dari umur masehi. Menurut penterjemah saya, David, yang juga seorang Guru, kota Beijing merupakan kota budaya, dan bukan kota perdagangan. Di Beijing terdapat pusat pemerintahan dan kekuasaan (karena kaisar selalu tinggal di kota terlarang - sebuah istana kuno yang menakjubkan - di pusat kota Beijing) dan sekaligus pusat kesenian di China. Tak heran penduduknya berkarakter santai dan tenang, tidak seperti Shanghai atau Guang Zhou misalnya.
Beijing seperti Jogjakarta di Indonesia, begitu juga perilaku penduduknya. Kebanyakan tenang dan santun.
Jalanan kota beijing masih mengagumkan saya seperti hari pertama, luas, bersih dan tampak nyaman. Dihari kedua ada sesuatu yang kulihat. Banyak sekali sepeda, sepeda listrik, dan orang-orang yang berjalan kaki disisi kanan jalan. Ternyata disebelah kanan jalan mobil, memang ada line khusus buat pengendara sepeda. lebarnya antara 2 meter sampai 2,5 meter di jalan raya. kalau di Indonesia, jalan segitu pasti udah dianggap layak buat mobil...
Polusi yang dulu selalu identik dengan beijing juga tampak berkurang, langit tampak biru.
Beberapa saat menunggu dipinggir jalan, saya kembali dikejutkan dengan kedatangan sebuah bus gandeng raksasa. saya sebut raksasa karena tingginya hampir dua kali bis PPD. Atapnya kaca dan kaca-kaca di dindingnya juga berukuran sangat besar. Lebih cocok disebut bus pariwisata yang sangat mewah, tapi toh disini hanya jadi bus kota. Ada juga trem yang tampak bersih dan baru di cat ulang. Secara keseluruhan beijing bersih, luas dan Rapi..
Saya tanya pada david, translator saya, kenapa sangat sedikit sepeda motor yang saya lihat di Beijing. jawabannya menarik. Menurut pemerintah China, motor adalah kendaraan yang sangat berbahaya. Sebab itu, sejak 6 tahun lalu mereka mengadakan peraturan pembatasan motor. Pembuatan ijin untuk motor dibuat sangat sulit dan tidak bisa diperbaharui. Setelah beberapa tahun jumlah pengendara motor menurun secara sangat signifikan. Mereka beralih ke sepeda atau sepeda bermotor listrik. Akibatnya, Beijing pun nyaris steril dari sepeda motor.
kedengaran indah? kelihatannya juga indah disini, tapi menurut saya ada yang aneh. Maka saya cari tahu apa yang aneh...
Beijing memang bersolek. Sejak diputuskan menjadi tuan rumah olimpiade (atau ahkan sejak masih mengajukan diri), pemerintah China membuat berbagai peraturan yang ketat terkait dengan lalu lintas di Beijing yang dulu terkesan sangat semrawut. Peraturan khas yang tampaknya tak akan bisa diaplikasikan dinegara lain sesukses di China.
Misalnya untuk mengurangi Polusi dan kemacetan, ternyata sejak beberapa waktu sebelum Olimpiade ada peraturan yang membatasi penggunaan jalan. pada hari-hari tertentu, ada peraturan hanya mobil dengan nomer seri ganjil yang boleh lewat jalan utama, hari lainnya giliran yang genap.
Beberapa bulan menjelang olimpiade sudah diumumkan peraturan yang tegas, bahwa separuh dari jalan utama yang ada di sekitar venue olimpiade hanya bisa dilewati mobil dengan ijin khusus, terkait olimpiade.
pantas saja lalu lintas selalu tampak lancar dan polusi menyusut drastis...
Ada lagi peraturan buka tutup harian. dengan peraturan ini, polisi bisa menutup suatu daerah yang akan dilalui kontingen atau jurnalis dari kendaraan lain.
agak semena-mena tapi efektif untuk membuat para kontingen dan jurnalis tamu merasa perjalanan selalu lancar. Untungnya (atau ruginya..) aku tidak termasuk jurnalis yang punya akreditasi penuh, jadi saya masih merasakan kemacetan dan keseruannya lalu lintas china..
satu lagi yang saya lihat di China, meskipun jalan dan infrastrukturnya sangat baik, kebiasaan penduduknya tampak masih belum menyamai fasilitas itu. Para pengendara sepeda masih menjadi raja jalanan yang membelok seenaknya, dan sering berkendara sampai ke tengah jalan. menyebrang tanpa memberi tanda dan neik ke trotoar. Para pejalan kaki tak kalah kacau, mereka tak peduli pada lalu lintas. kalau lebih dari dua orang, maka mereka akan menyeberang. tak peduli kalau lampu jalan masih berwarna merah buat pejalan kaki.
awalnya heran juga kenapa tak ada sumpah serapah dan klakson bertubi-tubi. walau banyak orang yang sembarangan di jalan, suasana tetap hening.
Rupanya ada peraturan yang melarang klakson bertubi-tubi. ada denda bagi orang yang tertangkap memainkan klaksonnya... pantas saja jalan raya sangat tenang.
selama 4 hari saya di China, saya sudah menyaksikan 4 kecelakaan secara langsung. ada 2 tabrakan mobil, 1 mobil terbalik dan satu lagi mobil parkir yang menabrak saat keluar. dan itu belum terhitung kecelakaan sepeda...
intinya harus hati-hati pada lalu lintas china. bahkan jika anda melangkah di trotoar.
Tampaknya budaya mereka masih sekedar polesan di luar belum mengubah kebiasaan mereka sehari-hari.
No comments:
Post a Comment