ELDORADO
detikcom 1/6/04
dalam kampanyenya di pasar jatinegara, selasa (1/6/04), Mega sempat berbelanja kacang mede, tapi Mega hanya bayar separo harga.
"ini berapa harganya sekilo?" tanya mega pada penjualnya. Penjual menjawab, "Rp. 40 ribu". Mega membeli sekilo dan mengeluarkan Rp. 20 ribu. Meski Mega membayar separo harga, tapi penjual kacang mede tetap tertawa-tawa senang.
"saya nggak ngira kedatangan presiden,"katanya dengan wajah sumringah. Setelah itu Mega melanjutkan perjalanannya dan berdialog dengan penjual tahu dan tempe oncom.
membaca tulisan di atas saya sedikit tersenyum, tapi didalam miris juga hati ini. masa pemimpin kita sudah tidak merasa berdosa mengambil hak bawahannya? saya ingin hudznuzon saja; mudah-mudahan itu hanya karena Mega mengira bungkusan yang diambilnya adalah setengah kilo, atau mudah-mudahan karena Mega hanya kurang dengar atau salah dengar. dan harapan utama saya mudah-mudahan itu tidak menjadi habit pemimpin kita (paling tidak untuk selanjutnya).
sikap yang jangan sampai menjadi habit maksud saya adalah mengambil hak rakyatnya, baik karena salah duga - yang menunjukkan kekurangan ilmu dan pengertian mengenai rakyatnya - ataupun karena tidak dengar - yang mungkin sekali berarti kebiasaan mengabaikan masukan dari rakyat -
saya tidak menjelek-jelekan Megawati, yang saya tuju adalah semua pemimpin, calon pemimpin, orang yang ingin jadi pemimpin dan yang merasa mampu jadi pemimpin. kebetulan Megawati yang menjadi contoh; karena kebetulan saat ini ia yang tengah jadi presiden.
kata-kata terakhir dari sang penjual buatku bukan hanya menunjukkan keikhlasannya, keikhlasan rakyat yang tetap sumarah walau dirugikan. bukan cuma perwujuda kecintaan dan kepenurutan rakyat pada pemimpinnya. tapi ucapan itu; " saya nggak ngira kedatangan presiden,", menunjukkan betapa berjaraknya elit politik indonesia dari rakyat. betapa tak bersentuhannya pemimpin dan yang dipimpin. tapi itu semua tergantung persepsi anda.
Indonesia memang bukan eldorado, yang mampu membius semua orang untuk berkorban dengan iming-iming sebuah legenda. tapi saya tetap merasa negeri emas itu hanya sejangkauan tangan jika kita semua berusaha. betapapun saya mencoba, saya tak bisa tak mencintai negeri ini.
do you feel..?
Indonesia, Where is your Eldorado?
*155 tahun lalu, 1849, penyair Edgar Allan Poe menulis puisi Eldorado. Itulah taman dimana kasih dan damai berpelukan. Kesetiaan dan kebahagiaan bercumbu mesra. Poe amat merindukan datangnya negeri "berlimpah susu madu" yang pernah menjadi legenda Eldorado Spanyol tentang negeri penuh emas dan kekayaan alam. Eldorado bagi Poe adalah taman spiritual di mana orang bisa berbagi kasih, kegembiraan, dan kedamaian. Semacam firdaus baru, suasana kebahagiaan "surga di dunia". Dan untuk mencapainya, orang harus melalang buana jauh, dibawah teriknya matahari dan pekatnya malam (in sunshine and in shadow). Tetapi, semakin jauh berkelana, tak juga pengembara itu menemukan tanah Eldorado. Namun, ia tak ingin berhenti. Dengan berani, dilaluinya segala rintangan dari satu lembah ke ngarai yang lain. Ia terus mengembara dan mengembara. (warta minggu 2003)
No comments:
Post a Comment