30 September 2015

fiksikota #29

“Apa yang ada dipikiran mereka, ya?”
“gila ya… padahal baru SMP..”
“bikin malu aja.. apalagi pakai seragam pramuka..”

Tiga orang ibu-ibu gaul sibuk memperbincangkan kiriman video yang baru di media social mereka. Isinya kekerasan yang dilakukan anak perempuan berbaju pramuka pada teman mereka. Isinya tak usah diceritakan supaya tak memicu sensor. Dengan seru mereka mencela dan berkomentar, sambil terus mengulang ulang memutar video tersebut.

“Nggak tau itu, gimana sih orang tuanya ngajarin anak…”
“kayaknya nggak pernah dinasehati deh… anak gadis kok kayak gitu..”
“mungkin suka dipukuli orang tuanya si pelakunya..”
“mungkin juga”
“makanya gua nggak pernah main pukul…”
"sekali kali kalau nakal kan perlu di sabet.."
"eh, kagak ada itu mukul sebagai pelajaran... yang ada elo ngajarin dia mukul sebagai pemecahan masalah.."
"bener tuh.. kalo gua sih gua teriakin aja sampe kupingnya merah."
“alaah.. kalau itu anak gua, udah gua pites. Capek ngomong kalau anak udah badung gitu.”
“ eh ati-ati..anak situ masih kecil emang, jangan sampai kena tulah.”
“eh sorry ya.. kalua gua mau berantem sama suami, selalu anak gua suruh masuk kamar. Nggak keliatan lah gua bertengkar..”
“halah… kalu elo tiap hari berantem ya tahu lah dia..”
“kayak elo nggak berantem aja.”
“Ÿah pokoknya gua rajin nasehatin anak.. hahaha”
“kalu gua sih nggak pernah berantem di rumah.”
---- ---- ----
Di sebuah rumah besar dalam lingkungan kompleks mewah, di dalam sebuah kamar yang dengan sengaja dikunci dari dalam, Puteri memandangi televisi di depannya. Earpiece tertancap keras ke telinganya, kanan dan kiri, toh suara pertengkaran di luar kamarnya masih terdengar. Hanya sayup sayup, tapi Puteri tahu bahwa ayah dan ibunya lagi-lagi bertengkar. Terlalu sering ia harus mengungsi ke kamarnya.
Ternyata berteriak dan menjerit itu wajar, pikirnya. Buktinya kedua orang tuanya melakukannya setiap hari.

Puteri juga tahu bahwa bekas-pukulan di tubuh ibunya, dan terkadang luka-luka di wajah ayahnya, bukan karena terjatuh. Terkadang terdengar suara keras dan paginya akan banyak barang rusak. Piring, gelas pecah. Buku dan koran bertebaran. Beberapa majalah tergulung. Kalau dia bertanya; kedua orang tuanya hanya akan menjawab masam; itu urusan orang tua, bukan urusannya..
Jadi buat orang yang sudah dewasa kekerasan itu wajar, begitu selalu jawaban itu membuatnya berpikir.

Puteri sebenarnya bosan merasa dianggap tak tahu. Puteri bosan dianggap anak kecil. Ia ingin segera dewasa. Ia pun memutuskan akan berbuat seperti orang orang dewasa, supaya supaya bisa diajak bicara seperti mereka. Kekerasan dan teriakan, pasti itu kuncinya. Ia pun mengambil handphone canggih yang diberikan kedua orang tuanya untuk menutupi rasa bersalah mereka saat Puteri memergoki mereka bertengkar.
Pada Google ia bertanya, dalam youtube ia merasa menemukan jawabannya.

---- ---- ----
Nasehat? Apa daya kata-kata tanpa tindakan. Kalau kau mau anakmu mengiyakan semua kata-katamu, berilah nasehat, tapi kalau kamu ingin mereka melakukan sesuatu yang kau anggap baik, berikan contoh. Begitu yang diajarkan orang orang tua jaman dulu.

No comments:

Post a Comment