A special movie for parent of special needs children
Film ini mengusung banyak nama besar, Tom Hanks, Sandra
Bullock, Max Von Sydow, John Goodman dan beberapa wajah familiar di perfilman Hollywood , tapi dibanyak
situs review film ini hanya diberi nilai average. Buat saya, pribadi, film ini justru menyentuh sekali dan saya
berikan nilai tinggi. Sebuah film bagus yang membuat saya menangis, tertawa dan
menangis lagi.
Tokoh utama dalam film ini adalah seorang anak bernama Oscar
schell. Anak yang bermasalah, neurotic, penuh ketakutan pada dunia. Selalu
mengukur dunia dengan fakta dan angka, dan terganggu dengan segala macam suara
keras dan emosi dari orang-orang yang terlalu dekat dengannya. Singkatnya Oscar
tergolong sebagai anak special need. Anak yang hanya merasa dimengerti oleh
sang ayah Thomas Schell.
Oscar mengalami kesulitan bersosialisasi dengan orang lain
dan nyaris sepenuhnya bergantung pada ayahnya untuk memaknai dunia. Dunianya
yang aman tiba-tiba berubah, saat sang ayah menjadi korban dalam peristiwa
ledakan WTC tahun 2011. Oscar merasa dirinya telah mengecewakan sang ayah
karena tidak mengangkat telepon terakhir ayahnya. Saat ia menemukan sebuah
kunci dalam amplop kecil bertuliskan nama ‘black’ dalam sebuah vas dikamar
ayahnya, Oscar menduga itu adalah peninggalan terakhir dari ayahnya untuk dia. Ia pun memulai perjalanannya untuk mencari
arti kunci peninggalan itu.
Oscar yang
mengalami kesulitan bersosialisasi memulai petualangannya, meriset, mencari dan
mendatangi 429 orang bernama Black yang ada di New York, tentunya tanpa
memberitahu sang ibu. Petualangan yang luar biasa bagi anak spesial berusia 9
tahun.
Sampai di bagian
ini saya sudah meneteskan air mata. Oscar Schell yang diperankan Thomas Horn
mengingatkan saya pada anak saya, Radit. Anak spesial yang sulit membaur dengan
lingkungannya. Membayangkan anak seperti Radit berkeliling kota, bertemu dengan
orang-orang yang asing disebuah kota seperti New York, kembali membuat saya
meneteskan airmata.
Pencarian Oscar
mengantarkannya bertemu dengan berbagai jenis orang, dan berbagai perlakuan. Saat
ia berhasil menemukan Black yang terkait dengan kuncinya, ternyata hasilnya tidak
seperti yang diharapkan. Kunci itu ternyata milik ayah William Black, dan
secara tak sengaja terbawa oleh ayah Oscar. Misi Oscar pun berakhir.
Saat oscar yang
kecewa kembali kerumah, ia tantrum dan mengamuk di kamarnya. Sang Ibu, yang
diperankan Sandra Bullock pun menahannya. Percakapan mereka saat itu membuat
saya trenyuh. Oscar yang berusaha merobek buku gambar karyanya ditahan sang
ibu, dengan sabar dan perlahan..
”ibu disini
nak...ibu sudah memegangnya, kamu bisa melepasnya nak...
Ibu disini.....”
Saat Oscar
mulai tenang , dia menangis sedih... menyesal.
Seingat
saya percakapannya begini:
“im sorry
mom...i’m sorry... I’ll try to be normal...”
“ you don’t have to… you are perfect “
“ I’ve try very hard, mom, I swear.”
“ yes I know…”
“ no you don’t know.. its hard..”
“ yes, I know, son..”
“ its really hard. Mom..”
“ yes, I know, son..”
Ibunya lalu menceritakan pada Oscar bahwa selama ini ia
sudah tahu petualangannya. Bukannya melarang atau mencegah, sang Ibu malah berusaha mengerti apa yang ada dipikiran anaknya, perasaan
anaknya. Perlahan sang ibu berjuang mencari tahu melalui catatan dan penemuan
unik anaknya.
Ibu yang juga
masih berduka kehilangan suaminya berusaha memberikan kesempatan pada sang anak
melakukan pencariannya sendiri, berat dan sulit, tapi dia tahu sang anak
membutuhkan kepercayaan darinya. Untuk lebih mengerti perjuangan sang anak, ia
juga melakukan napak tilas, menemui 429 orang yang ditemui anaknya. Berbincang dengan mereka, berjalan jauh
seperti anaknya saat mencari mereka.
Ibu bijak yang
tidak berusaha membuat anaknya pribadi selain dirinya sendiri. Ibu yang memilih
mencoba mengerti anaknya daripada membuat anaknya mengerti tentang dirinya.
Dialog berikutnya kembali membuat airmata saya menetes. Oscar yang baru
mendengar penjelasan ibunya bertanya:
”apa mama tak
takut aku ditusuk, diculik, dibunuh, atau dicabuli ?” Oscar schell bertanya sambil membaringkan
kepalanya dipangkuan sang ibu. Jawaban ibunya membuat saya terkenang pada
perasaan saya setiap kali anak saya bepergian sendiri tanpa pengawasan.
” setiap waktu,
nak. Ibu bahkan tak bisa bernafas wajar
sampai kau datang dan pintu tertutup dibelakangmu..”
Saya tahu
rasanya, karena saya pernah merasakannya.
Sebuah dialog
lain melekat dikepala saya. Sebuah penutup yang menyimpulkan seluruh rasa dan
percakapan antara ibu dan anak itu.
Oscar berkata
lirih, lebih pada dirinya sendiri:
“Aku pikir selama
ini hanya ayah yang bisa mengerti pikiranku..”
Dan sang ibu pun
menjawab sambil membelai kepala sang anak:
“aku juga berpikir
begitu..”
kadang sebagai orang tua kita berpikir, anak kita tak pernah bisa dimengerti. Mereka melakukan berbagai hal yang tidak sesuai dengan kemauan kita dan perintah kita. Pikiran seperti itu membuat kita semakin jauh dari mereka, apalagi terkadang kita keliru. Kita berusaha membuat anak mengerti keinginan dan kemauan kita dan bukan sebaliknya...
Mungkin memang sudah nasib orang tua tak akan mengerti anaknya... atau mungkin kita harus , seperti ibu Oscar, berusaha jauh lebih keras untuk mengerti mereka. Bukan sekedar memarahi dan menuntut.
Oscar berusaha sangat keras menjadi anak normal, agar
diterima oleh ibunya, agar bisa membuat ayahnya bangga. Rasanya perasaan ini
akan ada di dada setiap anak special yang ingin disayang oleh orang tuanya. Tapi
seperti pernyataan Oscar.. “its hard…” and we don’t know how hard they try!
Mengubah diri sendiri adalah hal yang paling berat dilakukan, dan anak- anak
special terpaksa terus menerus berjuang mengubah dirinya demi bisa membaur
dengan masyarakat… its hard!
Saya terus berpikir tentang anak saya, bagaimana susahnya
dia berusaha membaur dengan lingkungan, dan mungkin berusaha memenuhi
harapan-harapan saya…
Untuk saya, langkah terbaik yang bisa dilakukan seorang
orang tua adalah menerima kondisi apapun yang dimiliki sang anak. “You are perfect…”
semua orng tua harusnya berpikir seperti itu bagi anak-anaknya. Daripada
menambah beban anak-anak special dengan berusaha merubah mereka menjadi
anak-anak ‘normal’ (walau normal sendiri adalah kata-kata yang aneh, karena
tidak ada satu pun individu yang sama dengan orang lain) , bukankah lebih baik
para orang tua –terutama yang memiliki anak-anak special- mencoba mengerti
mereka dengan sepenuh hati?
Mungkin film ini biasa saja bagi para ahli perfilman, tapi
buat saya film ini benar-benar menyentuh karena alasan pribadi.
This is a special movie for parent with special needs
children ….
Eddi Kurnianto
halo pak!!! nice blog^^
ReplyDeleteterima kasih sudah mampir...
Deletepak, slide nya belom di aplot juga ke blog belajar tv pak? ^^b hehe
ReplyDelete