02 January 2012

Macet Itu Anugerah

Nak, kemacetan memang menyebalkan ya…

Pagi ini kita bersama-sama menuju puncak, nak. Olahraga sambil liburan, begitu rencana papa dan mamamu yang bosan menghabiskan hari libur di pelataran mall. Kali ini kita tak membawa sepeda, hanya sepatu kets dan ransel. Hiking, nak… Jalan kaki mendaki kebun teh sampai kelelahan, itu rencana papa dan mamamu. Tentunya diselingi piknik ditengah tengah lapangan luas berhawa sejuk di PTP Gunung Mas, Puncak, Bogor.

Singkat cerita, dalam 1 jam kurang, kebun Teh itu sudah terlihat. Jalur puncak pagi itu cukup bersahabat. Kabut tebal dan sedikit gerimis tak mengurangi keinginan menyandang ransel naik turun berkeliling. Menyenangkan melihat kalian bersemangat berlari lari berdua di perkebunan itu. Udara yang dingin dan kelelahan membuat bekal mie dan nasi goreng pun hanya tersisa sedikit. Rasanya liburan kali ini sukses.

Sayangnya pulang dari perkebunan itu lain lagi ceritanya. Sesudah mampir ke mesjid At Taawun yang airnya luar biasa dingin menyegarkan, kita terpaksa mengarungi kemacetan panjang dari masjid itu sampai daerah Ciawi. Kemacetan yang menyebalkan..

Bukan macet atau menunggunya yang membuat papa sebal, nak. Mobil mobil -mewah maupun tidak-menyerobot jalan seenaknya. Mereka mengambil jalur lawan kosong, lalu ngebut melewati beberapa kendaraan yang antre sebelum menyerobot masuk keantrian saat muncul mobil dari arah berlawanan. Para pengendara mobil itu seolah tidak peduli pada mobil lain yang antre, seolah-olah hanya mereka sendiri yang diburu waktu dan ingin cepat sampai. Mereka yang membuat macet ini menyebalkan..

Nak, mungkin kamu kecewa dengan cara papamu membawa mobil. Papa memang tak menyetir dengan menyelusup kesana kesini, menyalip dari kiri atau menggunakan jalur lawan yang kosong untuk mempercepat perjalanan kita. Papamu hanya menempel mobil didepannya sambil berusaha mempertahankan mobil selalu dijalur yang benar. Lambat memang .. maafkan papa kalian ya.

Bukannya papa tak bisa, nak, mengemudikan mobil lewat celah-celah sempit, jalan menuju rumah kita lebih sempit dari separuh jalan raya itu. Bukan juga papamu takut menyelipkan moncong mobil didepan mobil lain untuk meyelip antrian, kamu juga tahu bagaimana papamu sehari hari harus mengemudi melawan angkot-angkot di Bogor. Bukan nak, papamu bukannya tak bisa menirukan gaya mereka mengemudi. Ada beberapa alasan yang membuat papa menganggap tidak sepantasnya papa meniru mereka..

Pertama, Papa takut menjadi zalim pada pengguna jalan yang lain.

Nak, kalian pasti tahu istilah Zalim. Dalam pelajaran agama sejak SD, kita sudah diperkenalkan dengan istilah itu. Kata zalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dho la ma” (ظ ل م ) yang bermaksud gelap, tapi secara sederhana zalim bisa diartikan sebagai melanggar haq orang lain. Itu versi Wikipedia, nak. Versi agamanya papa belum cukup paham untuk menjelaskan.

Papa berusaha tidak melanggar hak orang lain, walau sekedar merebut jalur mereka, nak. Takut papa menzalimi orang lain. Walaupun kadang secara tak sadar papa bertindak zalim, tapi kalau sadar akan papa hindari sebisa mungkin. Papa takut disumpahi mereka yang terzalimi, kalian tahu, doa mereka mudah sekali terkabul.

Kedua, Papa bersama-sama dengan kalian.

Bukan saja papa takut kalian celaka, tapi papa juga takut malah mengajari kalian perbuatan yang tidak benar. Papa takut kalian belajar untuk potong kompas dan berbuat curang demi mewujudkan keinginan pribadi, Papa takut kalian belajar untuk tak peduli pada orang lain. Papa takut mengajari kalian untuk betoleransi melakukan ketidakadilan dan kezaliman.

Maaf kalau kita jadi terlambat pulang karena cara papa mengemudi. Jarak yang kita tempuh kurang satu jam saat berangkat, mulur jadi lebih dari 3 jam saat turun. Papa benar-benar nggak suka dengan perilaku para penyerobot itu. jangan jadi seperti mereka ya, nak? Jangan pernah mengorbankan hak orang lain demi sekedar kenyamanan pribadi.

Biar saja kalau kita berkali-kali dilewati orang. Tak apa-apa kok, papa tak keberatan berada lebih lama di mobil jika ditemani kalian dan mama. Mudah-mudahan tidak membuat kita jadi orang yang terzalimi ya, nak. …

Tapi kalau memang kita ternyata termasuk orang terzalimi, nak, jangan kalian sumpahi orang-orang yang menzalimi kita itu ya… itu tidak menguntungkan dan membuang-buang nafas saja. Berdoa sajalah untuk kebahagiaan kalian dan ampunan bagi kami, kedua orang tuamu. Mumpung doa kalian sedang mudah terkabul. Jangan lupa doakan ampunan juga buat mereka y ang menzalimimu, karena merekalah yang membuat doamu lebih mudah dikabulkan Allah SWT.

Nak, kemacetan memang menyebalkan ya…

Tapi kalau kemacetan berarti menambah waktu kebersamaan buat kita, rasanya itu malah suatu anugerah, ya. Mudah-mudahan liburan-liburan berikutnya kita bisa mendapat anugerah lebih banyak lagi, ya nak… dan mudah-mudahan tidak lagi berbentuk kemacetan semacam itu..

Bogor, 2 Januari 2012

2 comments:

  1. jalan sempit, kendaraan banyak, gak ada trotoar layak buat pejalan kaki.

    nasib, nasib...

    ReplyDelete
    Replies
    1. novi ayo bikin gerakan anti penggunaan trotoar selain untuk pejalan kaki...

      Delete