Setiap mau tidur, anakku yang kecil selalu minta di dongengi, terkadang sampai 2 dongeng sekaligus. Alhasil terkadang ingatan saya akan dongeng dongeng masa kecil sering tidak lagi mencukupi, akibatnya semakin sering saya membuat dongeng sebisa bisanya. Dongeng yang terkadang melantur juga karena sang pencerita terlalu mengantuk.
Kemarin malam, setelah menyetir seharian bolak balik Bogor – jakarta mendadak anak saya menodong lagi untuk bercerita. Karuan saja saya terpaksa mereka reka sebuah dongeng. Begini dongeng yang saya buat mendadak dan diceritakan buat mereka:
Alkisah, disebuah hutan tropis yang lebat dan belum disentuh tangan manusia sehingga tumbuhannya belum digunduli dan diganti kelapa sawit, hiduplah berbagai macam binatang. Di hutan itu tinggal berbagai macam burung. Ada burung merak yang indah, burung perkutut bersuara merdu, murai dengan bulu indah, burung pipit mungil dan gagak nan hitam legam.
Awalnya semua burung itu berteman akrab, tidak membeda-bedakan bulu atau jengger, tapi akhir akhir ini si Gagak merasa burung burung lain menjauhinya. Pernah suatu ketika, ia sedang terbang sendiri dan melihat teman-temannya berkumpul dan sedang bercengkrama (sampai disini cerita saya harus berhenti sebentar untuk menjelaskan apa arti bercengkrama. Bercengkrama itu ngerumpi, begitu jelas saya.). Ada merpati, merak, pipit, perkutut dan murai. Langsung saja Gagak menukik turun sambil berteriak gembira.. GAAAKK GAAKK GAAAKKK ..begitu suaranya. Kira kira artinya; wahh pada ngobrol apa? Aku ikutan dooongg..
Burung burung yang sedang bercengkrama kaget, dan pada saat Gagak sampai dibawah, mereka malah pergi. Kata mereka:
“Hai, Gagak.. Maaf ya aku harus pergi”
“Iya nih..aku juga”
“Aku juga baru ingat harus menjaga telur.”
Dan sebentar saja mereka bubar. Gagak ditinggal sendiri tanpa teman.
Beberapa kali kejadian serupa dirasakan Gagak sehingga dia merasa teman teman menjauhinya. Gagak merasa sedih, jadi dia ingin tahu kenapa ia dijauhi.
Suatu hari Gagak menyempatkan diri mengintip teman temannya yang sedang bercengkrama dari jauh. Diam diam dia bertengger di dahan tertinggi sementara teman temannya berkumpul di dahan yang rendah. Diperhatikannya teman temannya, dalam pikirannya bertanya, apa kira kira yang membuat mereka menjauhinya.
Diperhatikannya teman temannya dari atas. Merpati tampak cantik dengan bulu bulu putihnya, murai dengan ekor panjangnya sangat indah, perkutut dengan tubuh abu abu bertotol dan merak yang berwarna warni. Gagak tiba tiba merasa tahu kenapa teman temannya menjauhinya. ‘Pasti karena bulu ku yang hanya hitam jelek tak menarik’ pikirnya. Gagak pun makin gundah, ia terbang menjauh dari teman temannya.
Selama beberapa lama Gagak tak pernah muncul diantara teman temannya. Ia mencoba berbagai cara mengubah warna bulu bulunya. Gagak pernah seminggu penuh hanya makan jagung dengan harapan bulunya berubah jadi kuning, tapi bulunya tetap hitam. Gagak juga berkali kali mandi di laut, berharap warnanya luntur, tapi bulunya tetap hitam. Gagak bahkan mencoba berjemur matahari di pucuk pucuk dahan tinggi, berharap hitamnya sedikit pudar, tapi bulunya tetap hitam pekat.
Sementara itu, teman teman Gagak mulai kehilangan dia. Beberapa ekor merasa sedikit bersalah.
“Harusnya kita tidak kasar pada dia,” kata merpati. “Dia kan tidak bersalah.”
“Tapi aku tak tahan dg suaranya.. Gaak gaaak begitu… Keras sekali..” Kata merak sambil menggeleng gelengkan kepala.
“Iya,” tambah perkutut “mana dia suka bikin kaget. Mendadak muncul sambil teriak teriak.. Kan pusing jadinya..”
“Tapi Gagak kan memang begitu..”
“Iya juga ya.. Mungkin asal dia tidak bikin kaget dan nggak teriak teriak saat datang, aku bisa memaklumi..”
“Besok-besok kalau gagak datang kita beritahu ya.”
“..Tapi pernah mikir nggak sih? Buat apa ada burung diciptakan dg suara sekeras itu..? Hihihi jangan jangan dulu dia diciptakan sebagai kesalahan,”cetus si burung pipit.
“Hushh.. mana mungkin sang pencipta berbuat salah..”
Rupanya itu masalahnya. Kebiasaan Gagak datang sambil berteriak lah yang menjadi masalah bagi teman temannya. Kelihatannya Gagak salah duga.
Karena putus asa, Gagak pun memutuskan meminta nasehat pada Sang Rajawali yang perkasa. Ia pun terbang setinggi tingginya diantara perbukitan. Angin keras menerpa bulu bulunya membawa butiran air yang membeku saking dinginnya. Saat kelelahan Gagak bersembunyi di celah celah karang sambil menanti bayangan sang rajawali.
Dan, beberapa waktu kemudian tampak bayangan besar menutupi cahaya sang mentari. Sang Rajawali terlihat membumbung tinggi mendekati awan. Sendiri seperti biasa.
Sekuat tenaga Gagak terbang mendekati sang Rajawali, tapi angin terlalu kencang. Beberapa kali Gagak terhempas kebawah nyaris jatuh. Sayapnya kelelahan. Dia memandang iri pada sang Rajawali yang melayang santai bahkan tanpa perlu mengepakkan sayapnya. Gagak pun berteriak sekuatnya.. GAAKKK GAAAKK GAAAKKK.
Tampaknya sang Rajawali mendengarnya. Sambil menukik tajam ia menghardik Gagak.
“Pergi.. Pergi! Kau tidak seharusnya disini..” Paruhnya yang tajam diluncurkan ketubuh Gagak. Cakarnya nyaris mengenai sayap Gagak. Dengan panik Gagak menghindar dan meluncur turun. Ia bersembunyi di celah sempit dibalik karang.
Sambil mengatur nafasnya yang terengah engah, mendadak Gagak sadar, sang Rajawali tak akan pernah memberinya nasehat.
Rajawali bicara dalam bahasa yang berbeda dengannya. Karena terbiasa terbang terlalu tinggi, Rajawali terbiasa sendirian. Kesepian buatnya bukan kutukan, tapi konsekuensi kekuatan dan kekuasaan yang ia miliki. Kesepian jadi suatu keniscayaan buatnya. Bagaimana mungkin orang seperti itu bisa memberinya nasehat tentang persahabatan? Gagak menertawakan dirinya sendiri yang keliru, menganggap semua yang lebih kuasa berarti juga lebih mengerti segala persoalan. Kebijaksanaan tidak selalu sejalan dengan kekuasaan..
Sampai disini anak saya bertanya; bagaimana dengan burung burung yang lain, papa? Dan saya terpaksa berhenti melantur.
Alkisah, suatu pagi yang lembab karena hujan turun semalaman, burung burung berkumpul karena undangan seekor pelatuk. Betinanya baru saja bertelur 6 butir. Telur telur itu diletakkan di sebuah lubang dipohon angsana tua. Dahan-dahan angsana yang besar dan rimbun dipenuhi burung burung yang menengok dan memberi selamat pada Pelatuk. Gagak termasuk yang memberi selamat.
Karena merasa malu, bulunya masih hitam, gagak datang dengan diam diam. Ia juga hanya memberi selamat dengan suara pelan sebelum bertengger di dahan yang agak tinggi. Gagak agak terhibur karena teman temannya banyak yang tersenyum padanya, walaupun karena semua sibuk memberi selamat, belum ada yang menegurnya.
Merpati menyenggol Pipit dan perkutut yang datang bersamanya. Ia menunjuk ke Gagak yang menyendiri.
“Hei, itu Gagak.. Kasian dia masih menyendiri..”
“Iya, tenang aja.. Nanti setelah melihat telur telur itu kita minta maaf ke dia,” kata perkutut.
“Asal kita nggak disambut suaranya yang aneh dan keras aja,” Pipit sibuk berlompatan sambil nyeletuk “hihihi, suara anehnya untung nggak keluar hari ini… Hei perkutut, ayo balapan sampai di lubang si pelatuk!”
Merpati hanya menggeleng melihat kelakuan temannya. Ia pun lalu menyusul menuju ke pohon angsana tua itu.
Suasana pohon angsana riuh rendah. Semua burung sibuk bicara, saling ngobrol atau sekedar memberi selamat pada pelatuk. Memang banyak sekali yang diundang pelatuk, maklum dia sangat disukai burung burung lain karena sering membuatkan lubang sarang untuk sesamanya. Sayang, yang datang bukan hanya sahabat yang diundang, tapi juga musuh berbahaya.
Seekor ular besar pelan pelan merayap menuju pohon angsana tua. Suara tubuhnya yang bergeser pelan tak terdengar di ramai kicau gerombolan burung itu. Ia merayap sepelan mungkin di balik dedaunan. Pikirnya; kalau aku tak terlihat, pasti bisa memangsa tiga atau empat ekor burung. Pesta besar ini!!
Ular itu melihat berkeliling memastikan tak ada burung yang melihatnya.. Hanya saja ia tak melihat Gagak yang menyepi di dahan tinggi. Bukunya yang hitam membuatnya terlindung dibalik bayangan dedaunan. Justru Gagak yang melihat ular itu semakin mendekati gerombolan burung. Dengan panik Gagak berteriak sekuat tenaga.. GAAAKK GAAAKKK GAAKKK!!! Terjemahannya kira kira: AWAASSS ADA PEMANGSAAAA!!!!
Karena suara Gagak yang sangat keras dan parau, seketika semua burung berhenti bicara. Serentak kemudian mereka berhamburan karena panik.. Sebagian yang bisa terbang langsung terbang, sementara yang tak bisa terbang langsung lari mencari perlindungan. Burung pelatuk langsung mendorong telur telurnya masuk kembali kebagian dalam sarang yang aman. Melihat burung burung itu bubar, sang ular pun menggerutu dan menggeleser pergi. Setelah semua tenang, Perkutut, merpati, merak dan pipit ikut bertengger di dahan sebelah Gagak. Mereka sibuk berterima kasih padanya..
“Wah, Gagak, untunglah ada kamu yang bisa berteriak keras..”
“Iya ya.. Kalau tidak pasti ada beberapa burung yang mati..”
“Beruntung kan, Gagak punya suara yang sangat keras?” Merpati mendorong badan Pipit. “Kata siapa suara seperti itu tak ada gunanya?”
” Ampun.. Iya deh aku salah” Pipit mencolek Gagak “maafkan aku ya, kalau sudah sering menghina suaramu.. Itu kan cuma bercanda ..”
” Kami juga minta maaf sempat menjauhimu, Gak..” Sambung perkutut. “Habis kadang kadang kamu sering teriak-teriak nggak karuan. Suaramu kan keras sekali..”
Gagak hanya tersenyum. Dia senang teman temannya kembali mau ngobrol dengan dia, tapi Gagak juga bingung apa yang sedang di omongkan oleh temannya.
“Kalian ini ngomong apa sih?” Tanya Gagak.
“Kami mau minta maaf, Gak.”
“Ohh.. Tak apa kok. Jadi kalian tetap mau bermain denganku walaupun aku hitam?”
Kali ini giliran teman teman Gagak yang kebingungan. Mereka saling pandang sebelum Merak berkata;
“Memangnya kamu mengira kami menjauhimu karena warna bulumu?”
“Bukankah begitu?” Tanya Gagak.
“Tidak, Gak.”
“Tidak..tidak..”
“Bukan, kami tak pernah mempermasalahkan warna bulumu. Semua burung sama saja.. Yang kami masalahkan adalah perilakumu yang suka teriak teriak. Bikin pusiiinng.. Makanya kami menjauh darimu.”
Mendengar itu Gagak tersenyum. Ia lega bahwa teman temannya tidak memusuhinya karena warna bulu. Ia juga berjanji mengubah perilakunya yang selalu berteriak teriak. Sayang butuh waktu terlalu lama bagi si Gagak menyadari itu. Padahal kalau saja ia mau bertanya-kalau saja teman temannya mengajak bicara dan bukan menjauhinya- pasti masalah itu sudah lama terselesaikan..
Sampai disini saya lihat anak-anak saya sudah tertidur. Mereka memeluk erat gulingnya sambil sedikit tersenyum -entah benar atau tidak, tapi sudut bibirnya tertarik keatas- saya ingin menganggapnya sebagai senyum. Walau dongeng saya tak cukup bagus dan tak cukup sederhana, saya ingin anak anak terhibur karenanya. Dongeng saya memang kurang sederhana untuk anak-anak. Terlalu banyak kata kata susah, terlalu banyak istilah rumit. Terlalu banyak suku kata dan intonasi yang harus dimaknai.. Terlalu banyak konsonan dan vokal tak perlu untuk dipikirkan. Membuat cerita anak anak yang baik ternyata lebih sulit dari membuat novel. Ah, memang harus banyak belajar lagi membuat dongeng anak anak.
Giliran saya untuk tidur. Kelelahan memang bisa jadi pengantar tidur paling baik, tapi alangkah senangnya kalau ada juga yang bisa menceritakan sebuah dongeng sebagai pengantar tidur saya. Kalau bisa sebuah dongeng tanpa vokal atau konsonan agar tak perlu pemaknaan dan pemikiran untuk mengerti. Agar otak saya yang lelah ini bisa terhibur tanpa harus berpikir terlalu keras.
Ah.. Selamat malam semua..
end...
Teman-teman semua, saya berencana memindahkan semua isi blog saya ini ke situs baru di: wiserwriter.com
saat ini seluruh isi blog telah dipindahkan ke situs tersebut, jika berminat terus membaca tulisan saya, silahkan mengunjungi situs:
wiserwriter.com
terima kasih atas kesediaannya membaca dan memberi masukkan terhadap tulisan tulisan saya..
No comments:
Post a Comment