24 October 2005

PELAYAN DAN MELAYANI

350 tahun dijajah Belanda, ternyata masih terasa akibatnya hingga sekarang.
setelah dipaksa menjadi "gedibal", kacung, pelayan, budak bangsa lain selama beberapa abad, bangsa indonesia menjadi anti pada semua hal yang berbau-bau melayani. kata layan, melayani atau pelayan selalu mendapat konotasi buruk dan rendah.
akibatnya kata kata 'service' juga dimaknai buruk oleh bangsa ini.

sikap itu tercermin dalam penggunaan bahasa sehari hari. kata kata pelayan seolah dihindari. pelayan rumah makan diganti pramusaji, pelayan hotel diganti bellboy, pelayan rumah tangga dinamakan pembantu bukan pelayan. Helper, bukan Servant. kalau anda orang indonesia tentunya faham bahwa orang yang membantu, berkonotasi lebih baik daripada orang yang melayani.

tapi sulit juga kalau dikaitkan dengan tugas. kalau bergerak di bidang produk benda mungkin tak masalah, tapi sekali berkecimpung di produk jasa, orang indonesia jadi berada dalam kelompok payah atau payah sekali. seperti kita tahu, Produk yang dikelompokkan sebagai produk jasa biasanya berbasis pelayanan atau service. kalau dibilang melayani saja sudah anti, bisa dibayangkan bagaimana pelayanan yang ditawarkan.

ada joke dari seorang teman: katanya pramugari garuda adalah yang terbaik di dunia, mereka ekspresif dan penuh gairah. alasannya, cuma pramugari garuda yang memarahinya gara-gara dia tidak tersenyum dan berterima kasih saat diberikan makanan.

lucu tapi nyeri. aku pikir memang begitu perilaku orang indonesia yang katanya ramah tamah. saat di Amerika, negara rajanya individualistis, aku selalu bisa mencari rumah makan atau tempat istirahat - selalu ada keterangan yang mempermudah, - dimanapun aku makan selalu ada senyum dan sapaan ramah dari pelayannya. mereka bahkan tidak marah saat aku menolak saat makanan yang datang tak sesuai pesanan - kalau di Indonesia, kadang pesanan yang datang tak sama dengan pesanan yang diminta. kalau protes kita di cap rewel dan pesanan bisa jadi lama sekali - bahkan aku pernah di gratiskan menginap di sebuah hotel kecil, hanya karena aku tak bisa memperoleh jaringan wireless di kamarku. dan itu dilakukan dengan senyuman para pelayannya. - bagaimana kalau komplain itu disampaikan pada bangsa indonesia yang sopan santun dan ramah tamah? mungkin kalau di medan sudah syukur kalau dia menertawakan aku dan tidak mengusir aku -. yah memang untuk melayani bangsa ini masih harus belajar sangat banyak. yang paling jelas tentu dikalangan pegawai negeri (kalau di luar nama mereka adalah civil servant.. jelas sekali kan bedanya?). bayangkan kalau anda membuat KTP saja, di kelurahan anda akan bertemu orang orang yang merasa berwenang.. boro boro melayani untuk mempermudah, sudah untung kalau dia mau terang terangan meminta uang untuk jasanya. itu padahal mereka di rekrut untuk melayani masyarakat, itu ditingkat rendahan saja sudah begitu apalagi kalau sudah bos. sudah punya kekuasaan.. service? jangan harap.

jangankan atasan melayani bawahan, sedangkan sesama bawahan pun menolak kalau diminta melayani orang lain. bahkan jika mereka sebenarnya bertugas untuk melayani.
itu menurut saya... sikap anti pada layan melayani sudah mendarah daging dalam bangsa ini. tak heran kalau rakyat terus menderita karena wakil mereka, tidak mau melayani mereka. para wakil yang sudah dibayar besar, sudah diberi tunjangan selangit, sudah dipilih dan dibela ternyata menolak melayani. mereka malah minta dilayani, karena melayani itu hina sedangkan mereka adalah pemimpin... mereka hanya melayani sesuatu yang punya kekuasaan pada mereka dan bisa memaksa mereka mmenjadi pelayan, partai misalnya...

aku jadi bertanya tanya, kapan ya ada pemimpin indonesia yang mau melayani kebutuhan rakyatnya?? kapan ya beban sebagai manusia terjajah ini usai?? kapan ya inferiority complex (yang membuat semua merasa rendah kalau melayani) ini berubah?? padahal menurut saya orang yang mampu melayani kepentingan orang lain sesuai tugasnya adalah profesional sekaligus orang besar...

No comments:

Post a Comment