08 August 2005

LIBURANNYA JURNALIS

Jalan jalan ke semarang, liputan dan liburan. Kota ini panas sekali.
Awalnya yang ada di kepala adalah kota khas jawa tengah yang santun dan agak tertutup, tapi ternyata kenyataannya berbeda. Begitu datang saya diberi berbagai informasi yang mengherankan. Informasi tentang dunia malam semarang yang ternyata tak kalah aktif dengan yang di ibukota.
Di semarang ternyata menceri pekerja seks sangat-sangat mudah. Awalnya saya diajak ke daerah simpang lima. Mencari PSK, atau ciblek istilahnya di semarang, tak sulit ternyata. Mereka umumnya berkumpul di tenda-tenda penjual teh poci di seputar lapangan simpang lima itu. Sesudah jam delapan, daerah tengah kota itu menjadi ramai. Ada pedagang lesehan dan penjual minuman. Menjelang jam 10 malam, Di tenda-tenda itu juga hadir wanita-wanita muda dan setengah tua. Mereka akan melalui malam menemani tamu-tamu yang minum teh sekaligus menjajakan dirinya. Penawar cukup datang dan bilang akan membooking, tawar menawar biasanya hanya sebentar. Rata-rata sudah tahu harga pasaran.
Sebenarnya ciblek itu adalah nama seekor burung berkicau yang mungil. Di semarang ciblek adalah singkatan cilik cilik betah melek (kecil-kecil betah begadang). Katanya; aslinya ciblek biasanya berusia muda. Tapi yang saya temui rata-rata 19 sampai 25 tahun.
Penasaran saya ikut nongkrong disana. Takjub, betapa seks diumbar dalam bentuk paling brutal, secara terbuka. Keingintahuan saya juga membuat saya berkeliling ke hotel-hotel tempat mereka biasa dibawa. Ada yang dilengkapi garasi, jadi sang tamu tak perlu ketahuan saat membooking kamar dengan membawa wanita itu.
Saya tambah kaget ketika diberi tahu, simpang lima bukan satu-satunya jalan tempat mencari perempuan nakal. Di sepanjang jalan pandanaran para ciblek bergabung dengan penjual jagung bakar, sementara di jalan pemuda mereka nongkrong di tempat penjual ketupat tahu.
Banyak cerita dari mereka; tapi umumnya kesulitan ekonomi yang jadi kambing hitam. Saat berbincang dengan salah satu yang sedang menunggu langganan, saya dikejutkan dengan kedatangan seorang perempuan muda, cantik (mirip inneke koes herawati sepintas) diantar seorang pria dengan motor ke sebuah kedai teh poci. Ternyata dia juga ciblek. Dan yang mengantar… suaminya sendiri. Kisah pun mengalir. Ciblek itu memang selalu ditunggui suami. Bahkan jika di booking ke hotel yang dekat, sang suami akan mengikuti.
Aku penasaran; kutanyai sang suami apa alasannya. Dengan sederhana dia berkata, saya menjaga istri saya. Ketika kudesak kenapa, ia menjawab sebab saya tidak bekerja.
Wah…man, kalau nggak kerja cari kerja dong. Kerja kasar atau kuli.. lebih baik daripada melihat istri dibeli orang. ini orang nggak waras – begitu pikirku.
Tapi kejutan buatku belum selesai. Hanya beda beberapa menit kulihat pemandangan yang mengejutkan. Seorang ciblek baru saja dipulangkan ke kedai teh oleh tamunya. Mungkin baru selesai. Yang mengejutkanku Ciblek itu dalam keadaan hamil besar!! Rekan rekan cibleknya mengatakan hamilnya sudah enam bulan. Dunia sudah tak bisa lagi ku nalar.
Pusing oleh kenyataan itu aku lalu berkeliling. Tap ternyata cerita dunia memang lebih menakjubkan dari imajinasi. Hanya dengan menongolkan kepala dari mobil, aku bisa mengundang kehadiran ciblek-ciblek. Mereka tak bisa dikatakan jelek. Beberapa malah cantik. Entah apa yang membuat mereka menjalani kehidupan itu. Padahal mereka cantik dan muda. Bahkan di jalan pemuda ada yang baru berusia 12 sampai 16 tahun. Mereka yang seharusnya di sekolah malah sudah berdandan menjemput tamu, menjadi pemuas nafsu ragawi. Belum lagi di seputar stasiun; ada psk berusia 70 tahun. Mereka masih menjajakan diri dengan harga murah; dan tahukah anda pelanggannya? Pelanggannya adalah orang-orang miskin yang tak mampu membayar ciblek muda, dan … anak anak sekolah!

Saya datang ke semarang dengan keinginan berlibur sambil liputan. Tapi kenyataannya saya malah pulang dalam keadaan lelah.

No comments:

Post a Comment