26 July 2005

ada lagi cerita tentang dedikasi. apapun alasannya menyentuh hati, kegigihan dan kerelaannya berkorban. walau sedikit berbau obsesif...


Menyisir Pohon di Bandung, Setahun Kumpulkan 13 Karung Paku

SARIBAN (62) hanyalah pensiunan pegawai rumah sakit mata Cicendo, Bandung
dengan golongan terakhir sebagai penata muda III/A. Namun sejak 1999, dia memilih menjadi relawan kebersihan di Dinas Kebersihan. Dengan mengendarai sepeda ontel tua kesayangannya, waktunya pun habis untuk berkeliling ke setiap sudut Kota Kembang.

Usia tua tak menghalangi dia untuk tetap berktivitas. Karena setiap hari selalu berkeliling kota, tak gampang menemuinya. Namun saat paling mudah untuk dapat bertemu dengannya adalah ketika ada unjuk rasa di "tempat favorit" para pengunjuk rasa, yakni di Gedung Sate.

Mengapa harus di Gedung Sate? Sebab begitu aksi selesai, biasanya berserakan sampah. Saat itulah Sariban akan "muncul".

Dengan pakaian warna kuning menyala, bapak empat anak itu akan langsung
sigap memunguti sampah-sampah yang ditinggalkan para pengunjuk rasa.

Sariban mengaku motivasinya melakukan pekerjaan itu hanya satu, yakni ingin Bandung bersih. Dia juga ingin mengajak warga Bandung menjaga kebersihan lingkungan. Karena itu di sepeda ontel yang setiap hari selalu menemaninya, banyak dijumpai tempelan poster berisi ajakan hidup sehat. Ajakan itu disampaikan pula lewat pengeras suara mini yang sengaja dipasang di sepedanya.

Kepeduliannya terhadap hidup sehat tak hanya dilakukan dengan cara memunguti sampah. Menjelang pelaksanaan Pemilu 2004 lalu, Sariban juga memperhatikan nasib pohon-pohon di sepanjang jalanan di Kota Bandung. Pemahamannya akan pohon sebenarnya sederhana.

"Pohon kan sumber air. Kalau tidak dipelihara, dilindungi, kan bisa mati dan dampaknya tidak baik buat kita ke depan," tandas dia.

Menurut dia, pohon bukanlah media untuk memasang papan reklame. Dengan
menjadikannya sebagai tempat promosi, berarti manusia telah menyakitinya.
"Bagi saya itu tak bisa diterima," tandasnya.

Rajin Mencabuti

Berangkat dari sikap itulah, Sariban kemudian rajin mencabuti paku dan tali yang menempel di pohon di sepanjang jalan yang dilewati. Selama penyisiran sekitar tahun itu, dia sudah berhasil mengumpulkan 13 karung berisi paku.

Saat mencabut, Sariban tak mempedulikan dari mana dan siapa yang memasang reklame. Asal menempel di pohon, tanpa kompromi, dia segera mencabutnya. Ribuan paku yang sudah berkarat sekarang disimpan di rumahnya. Keluarganya tidak mengeluh meski karung-karung itu menyita tempat.

Dia sendiri tidak berniat menjual paku-paku tersebut. Sebab dia takut,
paku-paku itu akan digunakan lagi untuk menyakiti pohon.
Dalam waktu dekat, ada seseorang yang akan memberinya uang untuk naik haji. Bisa saja Sariban menjual paku-paku itu untuk tambahan biaya naik haji. Namun ternyata dia memilih melego tiga sepeda antik ontel miliknya.

Bagaimana dengan aktivitas harian nanti? "Saya akan membeli sepeda yang agak murah. Saya akan tetap bersepeda, kalau memakai sepeda motor nanti malah mencemari lingkungan. Dikasih pun saya tak mau," katanya.


"bisakah kita mendedikasikan diri pada tujuan seperti dedikasi ombak pada batu karang dan pantai?"

No comments:

Post a Comment