saya buka beberapa koran. hari ini dan beberapa yang sudah basi. terbaca beberapa topik yang mencolok dan profokatif.
"anggota DPR memprotes kenaikan BBM yang dirancang pemerintahan SBY"
"gubernur akan membahas kelanjutan kasus longsor sampah di cimahi"
"ratusan pedagang melakukan aksi tolak hypermarket di jakarta, dewan berjanji meneliti kelayakannya"
"ratusan tenaga kerja Indonesia terancam dicambuk, Pemerintah segera siapkan perundingan"
dulu waktu menjadi mahasiswa sebuah universitas negeri, saya begitu bangga dengan kemampuan saya berdebat. saya memang jarang kalah berdebat, tidak tahu apakah karena saya memang pandai atau karena teman-teman malas melawan kengototan saya.
segala hal saya bahas dan saya maknai. paling jago kalau disuruh meng klasifikasi masalah sosial, wah.. sudah seperti carolus lineaus..
kemudian saya masuk dunia jurnalistik. awal-awal bekerja, kemampuan memutar kata terasa sangat berguna. everything can be news, depends on the angle you take...
makin banyak informasi masuk kepala. semakin saya merasa mampu berdebat. jangankan pada ahli-ahli politik pinggir jalan, bahkan para pembuat keputusan pun saya berani berdebat dengan mereka.
perlahan saya menjadi besar kepala, dan merasa saya paling hebat, paling pintar, paling brilyan. sampai suatu hari aku ditugasi meliput sekelompok orang pinggiran yang terus tergusur dan tersingkir. mereka tinggal di bantaran kali, kebanjiran tiap tahun dan terus-terusan diusir. maka kubuatlah berita tentang mereka; bagaimana rincian kaum urban yang terus miskin karena tak punya lahan dan kepandaian, toh berani menantang maut pergi ke ibukota. tentang gaji mereka yang dibawah standar dan terpaksa mereka rela terus dieksploitasi. tentang majikan-majikan yang memanfaatkan nasib urban itu sebagai under paid labour dan memperkaya diri sendiri. tentang pemerintah yang tutup mata dan oknum yang malah kong kalikong merestui keadaan yang terus meningkatkan devisa dan menebalkan kantong mereka. juga kuambil separuh hati pandangan kelompok mapan yang meminta mereka dibersihkan dari ibukota karena mempertinggi angka kriminalitas dan membebani saja, dan kuminta juga aksi sang gubernur yang terus nafsu memburu mereka. dan kugali-gali lagi fakta-fakta lain. dan kutambahi bumbu bumbu,terus dan terus dan terus....
seminggu kemudian seorang narasumber urbanku menelpon dan bertanya:
"sudahkah kau tulis tentang kami?"
"sudah," jawabku
"lantas...?"
"sudah tayang dan di apresiasi luar biasa.. seorang DPR menelpon dan berkata akan mengangkat di rapat mereka berikutnya." jawabku bangga
"lantas..."
"lantas apa lagi?" aku heran mendengarnya tak antusias.
"lantas apa untuk kami? " katanya "apa artinya buat kami?"
saat itu semua kepandaianku berdebat menguap...
kurasa sekarang sudah saatnya kita mengerjakan sesuatu dan tidak sekedar membahasnya. kalau mau membantu, bantulah... tak perlu diklasifikasikan dulu. kalau mau merubah sesuatu, bergeraklah... jangan terus dibahas. perubahan cuma datang pada mereka yang berusaha, bukan pada mereka yang sekedar mencari penyebabnya. kapan akan berubah kalau tidak diubah, kalau cuma diomongkan mana bisa membaik nasib kita. kalau cuma dikalsifikasi dan dikategorikan mana kenyang perut-perut lapar itu. rencana memang penting, tapi pelaksanaan jauh lebih penting.
MAKANYA, AYO KITA KERJAKAN SEKARANG!! tak usah ditunda, tak usah terlalu takut... ayo bergerak...
persamaan semua berita diatas adalah, semuanya menunjukkan bagaimana para ahli sosial politik di negara tercinta ini masih paling hebat dalam membahas, belum dalam menyelesaikan masalah.
No comments:
Post a Comment