IN MEMORIAM : NONOT SURYOUTOMO
Aku baru menghadiri pemakaman temanku, nonot suryoutomo. Sebetulnya bukan temanku; dia lebih cocok menjadi senior atau bahkan guru. Beberapa trick pengambilan gambar diajarkan padaku.
Kematiannya membuatku sedikit merenung. Dia belum terlalu tua, belum sampai 45 tahun usianya. Sebagai jurnalis dan penggila rekaman visual, mas nonot menghabiskan waktunya untuk menguasai seni fotografi. Sampai suatu ketika mas nonot diketahui mengidap penyakit berat. Ginjalnya rusak. Dengan cepat kondisinya memburuk, apalagi ada beberapa penyakit yang menciptakan komplikasi.
Aku saksikan saat jenazahnya dimandikan. Tubuhnya yang dulu tegap dan berisi telah kurus dan kaku. Wajahnya yang dulu tenang dan cool, mengeras dan tak lagi bercahaya. Aku berpikir: ini salah satu manusia yang ketenangannya aku coba untuk kucontoh. Dengan ketegaran hati dan ketenangannya, aku pikir ia akan hidup menua dan jadi salah seorang terkemuka dibidang visual documentary. Toh aku keliru. Aku keliru mengira umur ditentukan oleh ketegaran dan kesiapan kita menghadapi dunia…
Aku jadi teringat umurku. Teringat kesombonganku pada dunia yang maya dan fisikal. Kalau aku keliru memperkirakan kesehatan seseorang yang kukenal, maka mungkin aku juga keliru mengira aku sudah menjalani hidup dengan benar… padahal matiku tak terbantahkan.
Tuhan tunjukilah hambaMu ini senantiasa, dan berilah kekuatan, kesempatan dan keinginan pada hambaMu ini untuk mengikuti petunjuk-petunjuk itu…
Mas nonot yang aku kenang, ceria dan selalu optimis. Melihat tubuh kaku yang terbujur aku hanya merasa itu sebuah bagian di luar mas nonot. Sebuah topeng atau pakaian yang terlepas, saat ia pergi. Aku merasa dia masih mengawasi. Aku berdoa agar dia ditemani malaikat yang tersenyum, memeluknya dan menasehatinya. Seperti dia dulu menasehatiku….
No comments:
Post a Comment