09 June 2004

TERTIPU

"kenapa aku bisa tertipu?"
itu sesal seorang ayah yang rugi belasan juta rupiah oleh aksi seorang penipu. aku tak tahu harus berkata apa. dia bercerita dengan terputus-putus, bagaimana ia tertipu. awalnya dimulai dari SMS bahwa ia menerima hadiah sebuah mobil dari sebuah bank ternama. karena ia memang memiliki rekening kartu kredit di bank itu ia pun sangat gembira, sampai menyetujui begitu saja untuk mentransfer uang sebagai pembayaran pajak hadiah. 10 persen dari harga mobil hadiahnya. ia baru sadar tertipu saat menelepon nomer yang katanya adalah customer service bank tersebut.

"kenapa aku begitu bodoh" rutuk sang ayah.
aku sekali lagi hanya bisa duduk disebelahnya. tak tahu harus bicara apa. orang tertipu adalah musibah, setiap orang bisa kena musibah, toh ada sesuatu yang menggelitik kepalaku. pertanyaannya - kenapa aku bisa tertipu ? - harusnya jadi pertanyaanku untuknya. kenapa bisa tertipu? padahal modus seperti itu hampir setiap minggu ada di harian kriminal. kenapa bisa tertipu padahal sang ayah itu orang terpelajar, keingintahuan itu semakin menggelitik. akhirnya pertanyaan itupun aku sampaikan padanya.

"saya gembira sekali, bayangkan dapat mobil yang harganya ratusan juta.. kalau harus menyerahkan belasan juta, ya saya kan tetap untung.."
nyatanya dia malah merugi'kan? kenapa juga tidak curiga saat itu?
"dia tahu saya pelanggan kartu kredit di bank 'anu', kalau bukan resmi masa dia tahu nomer telepon saya?"
padahal bapak itu juga tahu, banyak perusahaan kartu kredit yang bekerja sama dengan perusahaan lain. kerjasama menyangkut alamat dan nomer telepon klien. coba saja; kalau anda pelanggan kartu kredit pasti juga pernah mendapat berbagai penawaran produk kan?
"bicaranya meyakinkan sekali"
malah lebih mencurigakan. kalau dia membujuk bukannya menjelaskan lebih mencurigakan lagi.
"saya yakin dia pasti menghipnotis saya...kalau tidak saya pasti tidak percaya..saya pasti tidak tertipu. ini kejahatan hipnotis..dia pasti orang sakti bisa menghipnotis lewat telepon.."
sampai disitu percakapan aku hentikan. aku tidak setuju kalau hipnotis, sihir, sakti, gaib, digunakan sebagai alasan menjelaskan kealpaan atau ketidaktahuan kita. aku percaya sekali hal-hal yang metafisik, tapi kali itu aku merasa itu adalah keteledoran.

Sang ayah telah mentransfer seluruh tabungannya dan tabungan anak-anaknya, demi impian mendapat untung berlipat. ia merasa di hipnotis. aku merasa dia terhipnotis harapannya sendiri yang melambung terlalu tinggi. aku jadi bertanya-tanya, kenapa banyak sekali orang di indonesia tertipu penipuan macam itu?

hipnotiskah? atau sekedar keinginan menjadi kaya lewat jalan pintas?

No comments:

Post a Comment