IBU PERTIWI MENANGIS
Kemarin saya sempat berkeliling di daerah tempat tinggal saya di Bogor. Bogor yang dulu teduh dan nyaman kini dipenuhi suasana perkotaan. kemacetan, mall-mall yang berserakan dibangun tak beraturan. Bogor menjadi sebuah kota nyaris metropolis. kota kecil yang dulu adalah tempat peristirahatan ideal, bukan saja karena tenang dan teduh tapi juga karena ritmenya yang penuh relaksasi, kini menjadi sekedar perpanjangan kota jakarta, yang tanpa hati.
Kemarin juga saya terkejut, melihat banyaknya mobil dan angkutan yang melewati jalanan kota Bogor. Pantas saja dsebut kota sejuta angkot. mobil-mobil itu mengundang kemacetan yang seolah tak akan hilang sampai kiamat (saya ingat; seorang mantan walikota Bogor sendiri berkata begitu). hujan yang turun pun tak lagi sesering dulu. mungkin siklusnya sudah diganggu keserakahan manusia yang terus membabati pohondi pegunungan untuk diganti villa, dan menguruk telaga bening bermata air untuk perumahan. miris melihat kelelawar raksasa yang jadi simbol Bogor juga mulai menghilang karena polusi. maklum walau sudah ada ribuan angkot, ijin trayek baru terus dikeluarkan demi keuntungan yang menggiurkan.
melewati pasar yang sudah beberapa kali terbakar aku kaget. bangunan yang blangbonteng dibangun tanpa mempedulikan city plan. beberapa malah menutupi akses jalan, membuat aspal yang seharusnya mendukung lalu lintas kota tak bisa digunakan oleh pejalan kaki sekalipun.
agak ke tepian kotamadya Bogor, saya menemukan rumah, jalan dan mall yang dibangun ditebing-tebing sungai. miris melihat perpaduan perencanaan tata kota yang amburadul dengan keserakahan. Mall dibangun tanpa akses jalan memadai dan tempat parkir minim. asal untung tanpa mempertimbangkan kemacetan terjadi. apa gak sebaiknya diadakan syarat bahwa mall hanya boleh dibangun dalam radius tertentu? di Bogorku yang mungil paling tidak ada 6 plasa dan mall.
wah kapan para petinggi memperhatikan alam. memberikan hak bagi ibu pertiwi berkembang bersama manusia. kapan ya? petinggi-petinggi tidak hanya berpikir untuk mengeksploitasi, tapi juga untuk preserve alam. padahal semakin sehat alam kita, semakin nyaman juga kita.
ah.. aku seperti mendengar ibu pertiwi meminta tolong.
19 Maret 2004 TEMPO Interaktif, Jakarta: Sebagian besar partai politik (Parpol) peserta pemilihan umum (Pemilu) 2004 sama sekali tidak mempunyai program mengenai lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan tata pemerintahan yang mendukung pembangunan berkelanjutan (good sustainable development governance).
"Tampaknya, lingkungan hidup bukan merupakan isu yang seksi bagi para Parpol," Untuk itu, ICEL menghimbau masyarakat agar tidak memilih Parpol yang terbukti mendukung dan membuat kebijakan secara langsung atau tidak langsung, menghancurkan sumber daya alam dan lingkungan hidup. "Termasuk para calon legislatif yang jelas-jelas mempunyai track record penghancur lingkungan," kata Direktur Eksekutif ICEL, Indro Sugianto
No comments:
Post a Comment