25 May 2004

ANUGERAH MUSIK

Kemarin aku merasa sangat kesal. Hatiku pepat dan rasanya seluruh tubuhku lemah. Kepalaku ringan karena amarah yang tak dapat kukeluarkan. Kesal, sebal, pepat, mampat. Hatiku seperti dijerat sembilu dan ditimpa tangga batu. Berbagai masalah dan rintangan menghantuiku. Ratusan detik hidupku diseretnya menuju ketidakbergunaan. Beban yang kurasakan menekan sukmaku. Segala rencana, prediksi dan persiapanku berantakan. Aku merasa disingkirkan, kalah, dan terbuang lagi. Ingin rasanya berteriak mengeluarkan seluruh emosi yang memangsaku, tapi badanku tak lagi menuruti perintah dari otakku. Kelelahan yang menguasaiku perlahan mengalahkan kewarasanku. Sendi-sendiku nyeri menahan ratusan kati beban yang bertumpukan memenuhi kepalaku. Denyutannya menekan kesadaranku.

Saat-saat seperti itu aku harusnya berdoa; tapi sekat emosi yang menghalangi dinding nurani ini menolak mengingatkanku pada doa. Kata-kata yang baik dan sehat seperti menolak dibentuk logika. Isi kepalaku hanya makian dan serapah yang berdetak terus-menerus; semakin keras. Aku malu berdoa, bila hatiku tak bisa membisikkan rasa syukur pada pencipta alam. Saat-saat seperti itu; saat aku lemah fisik, mental, dan spiritual.

Pertolongan Nya yang maha pengasih datang dalam berbagai bentuk. Untukku, Yang Maha Pengasih menciptakan musik. Saat deretan nada terstruktur indah itu mengalun menembusi telingaku, merambah ruang diantara keyakinan dan kesadaranku, semangatku menggeliat. Getarannya memberikan aku sedikit tenaga untuk menenangkan diriku, menekan emosi, dan melantunkan doa pertamaku. Musik menolong membangkitkan kewarasanku yang nyaris tenggelam dalam emosi dan kelelahan.

Lalu aku mulai berpikir dengan lebih tenang. Mulai memilah-milah beban, kekecewaan dan hambatan yang kualami; mana yang benar-benar masalah dan mana yang hanya kupermasalahkan; mana yang beban dan mana yang ku buat menjadi bebanku. Akhirnya masalah besar itu menghablur menjadi bagian-bagian kecil nyaris tak berarti, dan hambatanku tak lagi kasat mata, hanya kekecewaanku yang tak kunjung reda. Aku jadi tahu… aku hanya kecewa. Mungkin saatnya menurunkan tingginya ekspektasiku agar aku tak jatuh di jurang kekecewaan yang terlalu dalam.

Kuputar lagi rekaman musik itu. Kini aku bisa tersenyum. Beban dan kekecewaan jadi terasa lebih berwarna. Jadi seperti bumbu dalam sayuran. Terima kasih Tuhan telah memberikan cobaan dan tantangan pada umat manusia. Kalau tidak ada tantangan dan ujian; mungkin kebosanan telah lebih dahulu membunuhku dari el maut.


Thanks to ten to five that has build up such lovely melody. Thanks to graham bell that proved that we can record and reply voice into disc. Thanks GOD for creating music.


No comments:

Post a Comment