21 April 2004

BELAJAR DEMOKRASI DARI GOLKAR

menonton puncak konvensi golkar dalam menentukan calon presiden partai itu, mendadak aku merasa malu. awalnya aku mengira akan melihat dagelan. massa yang meng iya dan mengusung satu nama untuk jadi presiden. tapi ternyata tidak...

selama ini saya melihat banyak orang yang merasa reformis, berusaha reformis, dan membentuk partai reformis. tujuan mereka jelas. berkoar-koar untuk mencapai demokratisasi dan kemajuan bangsa. tapi menonton cara partai golkar melakukan pemilihan umum menentukan calon presidennya aku tercengang. golkar, partai yang selama ini identik dengan orde baru yang otoriter, dan dianggap sebagai pengganjal reformasi oleh mahasiswa (yang ini saya tidak tahu golongannya) ternyata mampu melakukan pemilihan yang relatif demokratis. masing-masing calon mengajukan visi dan programnya, dalam waktu terbatas yang sama, dan boleh di debat. pleno yang tertib dan teratur. pemilihan suara yang terstruktur, setiap DPD, underbow dan kelompok pendukung dapat hak suara. kemudian ketua umum yang di gadang-gadang mundur dan membiarkan rekannya yang menang maju menjadi calon presiden. direkayasa atau bukan, yang jelas cara yang ditunjukan menurutku cukup demokratis.

bandingkan dengan sejumlah partai yang mengaku mengusung amanat reformasi; dan atau partai yang mendeskripsikan diri sebagai partainya demokrasi. presidennya sejak awal telah ditentukan, anggota yang menolak dianggap indisipliner dan di depak. di level DPD dan organisasi, semua harus menurut keinginan dari pusat. yang tidak menurut, digempur dengan kekerasan. dijatuhkan lewat intrik kekuasaan. itu partai yang mengaku demokratis. yang mengaku reformis. ternyata kelakuannya malah otoriter bak orde baru dulu.

kalau reformasi artinya membiarkan kekerasan menjadi raja, berarti keyakinan ku selama ini cuma sampah. jangan-jangan reformasi di kepala mahasiswa yang sibuk menuntut itu artinya memang bukan demokrasi. jangan-jangan reformasi cuma alasan mereka untuk sibuk berdemo memuaskan emosi yang belum habis di masa SMU. jangan-jangan reformasi selama ini memang sekedar perebutan jatah berkuasa.

sialan.
aku bukannya pengikut golkar. sejak dulu aku ikut menentang partai antek orde baru itu; tapi saat ini aku berani bilang, sebagai parpol, golkar paling matang dan teratur. pengetahuan dan manuver politiknya paling rapi. tidak lagi mengandalkan sekedar otot, tapi sudah permainan otak dan kelihaian.
dengan sebal kali ini terpaksa ku akui, kita (maksudnya semua partai dan masyarakat) masih harus belajar dari golkar. segagah apapun partai itu dulu, kalau tidak berkembang lebih baik bubarkan saja. jangan mengulangi kesalahan yang sama dong. bikin malu saja kalau ada partai yang sudah lebih dari 30 tahun umurnya, masih mengandalkan paradigma lama. masih mengandalkan nama pemimpinnya daripada program masa depan. masih juga tak tau malu berebut kekuasaan saja tanpa ada inovasi.
mati sajalah...

Sialan.
harusnya partai-partai yang memakai nama demokrasi, malu. golkar seolah sedang mengajari cara melakukan demokrasi, yang belum bisa dilakukan partai-partai itu. harusnya mereka malu, aku saja yang bukan anggota partai ; malu sekali.

aku masih menonton konvensi golkar sampai larut malam. mendadak tayangan yang hanya mempertontonkan penghitungan suara menjadi sangat menarik. aku tak lagi menganggapnya dagelan. atau paling tidak rasanya kalau ini dagelan, dagelan ini cerdas dan mencerdaskan masyarakat, walau mungkin tak bisa dibilang sepenuhnya jujur.

aku baru mengerti kata-kata ustad kampungku. ia berpesan, kalau kau bermusuhan dengan lawan yang lebih kuat darimu; belajarlah dari musuhmu itu! sebab pasti ada alasan kenapa ia menjadi lebih kuat darimu.

No comments:

Post a Comment