16 November 2003

PROFFESIONALISME

Alkisah disuatu dini hari, masa siaran percobaan transtv. Kami akan siaran pagi hari dan masih harus mengolah beberapa paket siaran. Berhubung editing kami hanya satu dan kecepatan mengedit kami sebagai trainee sangat menyedihkan. Pekerjaan itu terasa seperti pekerjaan besar.
Beberapa produser mengawasi dan membantu kami. Salah satunya om Hidayat Gautama, yang bertanggung jawab terhadap kelancaran alat. Sama seperti kami, om yang satu itu juga sudah kelelahan. Bedanya dia sudah 3 hari tidak pulang. Bayangkan betapa kumal dan baunya … tampangnya sudah mirip zombie dengan mata merah dan tampang tertekuk.
Menjelang pukul 3, om itu pamit untuk tidur di VW Combi kebanggaannya, dengan pesan; “kalau ada trouble dengan mesin atau ada yang gak dimengerti bangunin aja langsung”. Setelah meyakinkan bapak satu itu bahwa segalanya akan lancar, kami meneruskan pekerjaan, dan om dayat pergi tidur.
Dasar nasib, VCR sewaan yang digunakan mengedit mendadak macet. Padahal pekerjaan baru mulai. Saat itu BS sedang menangani hal lain, sehingga kami , para trainee news yang sedang bertugas kebingungan. Terjadilah percakapan seperti ini;
“ udah panggil aja, mas dayat,” usul salah seorang teman.
“ wah kasihan, dia baru tidur tuh, kemaren dua hari begadang”
“ iya tuh, lagian lo berani bangunin dia?,” timpal teman lainnya ”disemprot bau tahu rasa lo”
“ tapi siapa yang bisa betulin?”
“ paling kecapekan aja, biasanya juga didiamin sebentar jalan lagi. Tungguin aja deh”
“ Tapi kalo nggak gimana?”
kebingungan itu terus berlanjut. Kenyataannya tak ada trainee yang berani membangunkannya, jadi akhirnya kami menunggu.
Dan menunggu.

Akhirnya sekitar jam 4, VCR yang macet itu kembali berfungsi dan kami mulai mengedit dengan waktu yang sangat mepet (karena kami yang memang belom jago). Bahkan sampai siaran dimulai kami masih mengedit beberapa paket. Itu menyebabkan sedikit kesulitan bagi teman-teman on air dan juga produser.
Akhirnya om dayat mendengar kejadian itu dan memanggil salah satu dari kami.
“kenapa ketika trouble lo gak bangunin gue? Pertimbangannya apa?”
“kami pikir bang dayat masih kecapekan…”
“lo ngerti kan, gara-gara lo on air keganggu?”
“iya bang,,”
“kan lo tahu gue pesen minta dibangunin? Kenapa lo gak nurut sih?”
“takutnya bang dayat masih kecapekan, bang”
dengan tampang galak om dayat tampak siap menggetok jidat temen itu, tapi tidak. Malah kata-katanya kemudian malah teringat terus sampai sekarang.
“ tau kenapa gua tidur di mobil dan gak pulang kerumah untuk tidur? Supaya kalau ada apa-apa lo bisa bangunin gua kalau ada trouble. Gua dibayar untuk itu!”

Aku gak tau saat itu yang bicara tanggungjawabnya atau romantisme yang keluar dari dasar hati. Yah walaupun tampangnya sangar, sesungguhnya hati om dayat ini bak obbie mesakh, romantisssss banget.
Tapi apapun yang bicara buat saya kata-kata itu merangkum sebuah pelajaran tentang profesionalisme. “gua dibayar untuk itu” . kalau untuk mengerjakan tugas yang menjadi tanggungjawab, harus nggak pulang berhari-hari, maka gak usah pulang, sebab “ gua dibayar untuk itu”.
Sekali gua terima tanggungjawab, walaupun kelihatan gak adil, walaupun gua jadi gak gaul, gak disukai orang, atau bahkan beban gua jadi lebih besar dari temen lain dengan salary yang sama, tetap aja gua harus kerjain. Ini bukan masalah pengorbanan atau masalah jenjang karir. Gua udah tandatangan perjanjian kerja maka gue tetap harus kerjain. sebab 'gue dibayar untuk itu’.

Walaupun gak ada yang ngawasin dan gak akan ada yang marah kala gua mangkir, tapi gue tetap harus berusaha kerja sebaik mungkin. Sebab ‘gue dibayar untuk itu’. Lain lagi kalau kerjaan yang diluar tugas wajub, gue boleh nolak. Tapi kalau masih dalam upaya menunjang kerjaan kayaknya juga harus dikerjain.

Wah, itu yang saya tangkap dari kata-kata om dayat. Sampai sekarang saya mencoba menghayati dan menjalankannya. Walau kadang-kadang masih gak berhasil, tapi paling tidak harus usaha. Kata-kata itu sedikit membangkitkan motivasi sebagai journalis, karena untuk menyampaikan informasi sebaik-baiknya terkadang harus membuat diri ini tidak disukai orang lain. Paling tidak saya bisa bilang; “kalaupun saya membuat orang lain tak senang, itu cuma karena kerjaan saya. Saya dibayar untuk itu”.

Segitu aja tulisan dari saya, berhubung saat saya menulis ini hari libur dan saya pengin banget mancing, maka tulisannya sampai disini saja. Apalagi”saya tidak dibayar untuk ini”. hahahahhaahha


No comments:

Post a Comment