Sekarang pun sekali lagi saya dalam perjalanan. Sepertinya memang saya ditakdirkan untuk menjadi pejalan, atau malah pengembara. Saya sepertinya dipaksa untuk terus bergerak.
Bukannya tak suka, saya malah selalu merindukan perjalanan. Hanya saja beranjak dewasa saya juga belajar; ada bedanya mengejar keinginan dan mencari kebutuhan. Saya belajar mengurangi kesenangan saya untuk hal-hal lain yang lebih penting. Tapi memang saya tidak bisa membohongi diri, perjalanan selalu menjadi sesuatu yang saya nantikan.
Saat ini saya sedang berada jauh dari rumah. Bahkan di pulau yang berbeda. Perjalanan kali ini tergolong nyaman dibanding beberapa perjalanan sebelumnya, apalagi saya ditemani beberapa orang yang saya sukai, teman-teman saya. Kami tengah mengerjakan project terkait dengan kuliner alias makan-makan, pokoknya mantap sekali... sayangnya, saya merasa ada yang kurang pada diri saya. Saya merasa sendirian.
Saya jadi rindu ada di rumah.
Jangan salah!
Saya tidak rindu untuk kembali ke kesibukan yang melenakan. Saya tidak rindu naik di kereta berjejal-jejal, mengeraskan hati saya saat melihat pemuda tak mau memberi duduk ibu hamil, menyurutkan semangat saya menyaksikan anak-anak dipaksa mengemis. Saya tidak rindu itu semua. Saya tidak rindu pada kota hujan dengan sejuta angkot. Kemacetan dan keriuhannya. Tidak, saya tidak keberatan kembali, tapi pasti tidak merindukannya.
Saya benar-benar tidak rindu pada dengan kemacetan brutal.dan tekanan kerja yang mendorong ke garis batas antara kelelahan dan kewarasan saya. Saya juga tidak rindu perjalanan pulang balik antara rumah dan kantor yang mencapai 4 jam sehari.
Bayangkan, satu per enam bagian hidup saya dihabiskan di perjalanan. Bayangkan berharganya waktu itu. Kalau umur saya masih 30 tahun, maka berarti 5 tahun hidup saya telah terbuang percuma di perjalanan.
5 tahun yang bisa saya gunakan membangun kerajaan bisnis atau reputasi sebagai seorang jurnalis. Atau sekedar bercanda dengan anak-anak saya. Waktu yang tak akan mampu saya raih kembali.
Saya mungkin memang terlahir untuk terus melangkah dalam perjalanan, tapi rasanya itu sudah keterlaluan. Saya tak rindu itu semua. Buat saya, Bogor, Makassar atau hanyalah tempat. Hanyalah persinggahan yang harus dilalui di suatu saat, di suatu waktu.
Saya terlahir sebagai pejalan, tempat dan waktu bukan halangan untuk saya. Saya tahu saya bisa hidup diantara preman, tukang becak, pelacur dan penjahat kelas teri. Saya tahu saya bisa menyesuaikan diri dengan para pemikir, pelajar dan profesor. Saya bisa bertahan dikalangan grupies, selebritis dan artis.
Tempat kotor atau penuh kekurangan, Tempat mewah dan letakkan saya dimana saja, saya pasti bertahan. Sebab saya pejalan, atau mungkin pengembara. Dan seperti semua pengembara saya hanya merindukan satu tempat untuk pulang. Saya hanya rindu pulang ke rumah..
Saya rindu bermain dengan Radit dan Icha, rindu dengar teriakan Mama mereka saat para jagoan kecil itu mengacak-acak rumah. Rindu tidur disebelah mereka di malam hari. Saya rindu berada di rumah.
Mama, Radit, Icha, kalianlah rumah yang saya cari.
Tak peduli dimanapun kalian berada, itulah rumah saya.
No comments:
Post a Comment