INSENSITIFITAS PERS
memirsa tayangan kriminal di TV-TV swasta semakin mengerikan. beberapa sudah menyamarkan wajah para tersangka, tapi kebanyakan masih mengemuka dengan kebiasaan lama. darah-darah dan badan rusak di eksploitasi maksimal. dengan tidak sopannya para cameraperson dan reporter meminta polisi dan paramedis membuka penutup mayat. sekedar mendapat gambar darah-darah dan mayat rusak. sialan.. mereka bahkan memaksa korban berpose. memaksa anak-anak menunjukkan kejadian yang menyebabkannya trauma. sialan.. mereka bahkan minta jenazah korban kecelakaan di pamerkan, sekali lagi supaya dapat agmbar di kamera.
padahal itu adalah korban.. tak terbayangkan bagaiamana mereka (para jurnalis yang menepuk dada) itu memperlakukan para tersangka. azas praduga tak bersalah seakan terlupakan, pembuktian silang mereka lupakan, check dan recheck seolah tak diajarkan lagi, hak jawab mungkin tak pernah mereka praktekan.. mungkin tak pernah mereka dengar. toh mereka dengan bangga berkata, "kami jurnalis!!" sambil menuntut hak-hak istimewa..
macam aparat yang kurang ajar...
tabloid nova, minggu kedua April 2005.
ada berita tentang dua orang gadis SMP, sebut saja M dan A, yang mengalami nasib malang. mereka di sekap, diperkosa dan dipaksa menjadi budak seks seorang laki-laki yang masih terhitung keluarga. mereka di foto telanjang, tak diperkenankan pulang, diperkosa. akhirnya mereka berhasil lari, bersama keluarga perbuatan bejat itu dilaporkan ke sebuah polsek di semarang. pelaku perkosaan pun ditangkap. tapi itu bukan akhir derita dua gadis itu...
kebocoran terjadi di polsek itu. setelah sebulan mendadak sebuah tabloid lokal"KRIMINAL" memberitakan kasus mereka, lengkap dengan barang bukti photo-photo telanjang dicetak full page cover halaman satu. full besar, full polos, hanya ditutupi bagian mata, pujung payudara, dan kemaluan. kontan M yang sudah mulai sekolah lagi, langsung mogok sekolah. hatinya hancur. teman-temannya tahu. keluarga terhina. masa depannya berantakan...
pihak keluarga berniat menuntut, dan dengan santai penanggungjawab menyatakan mereka sudah menjalankan kaidah jurnalistik. mereka sudah menyamarkan mata dan menutupi aurat. mereka dengan arogan berkata, "tuntut saja... kami sudah biasa dituntut polisi, lembaga atau instansi.." mereka juga bilang kalau tuntutan itu dipenuhi berarti memberangus kebebasan seks..
keparat.. mereka bukan jurnalis dan tidak tahu arti jurnalistik! gadis itu korban, bukan tersangka.. hak apa mereka memasang foto korban secara vulgar begitu? itu sakit! berlindung di balik kebebasan pers seolah membuat mereka kebal hukum.
buat saya mereka-mereka itu bukan jurnalis yang baik... apalagi manusia yang baik. mereka cuma cari sensasi dengan cara biadab.
kalau yang mereka pajang adalah tersangka pelaku, ditutupi matanya segaris kecil, itu mungkin tak akan membuat saya muak seperti saat saya baca berita mereka. mereka sama sekali tak memperhatikan orang lain. jurnalisme sampah, yang tak ada manfaatnya selain uang bagi mereka...
yang lebih menyedihkan mereka menganggap membuka aib seseorang (korban) sama pentingnya dengan membongkar korupsi di sebuah lembaga. kalau jurnalis diancam karena sebuah berita korupsi, itu penting buat rakyat, itu membuat medianya menjalankan fungsi kontrol sosial, membuat sang jurnalis menjadi pengungkap kebenaran yang bermanfaat. itu mungkin layak.
aku takut pola pikir mereka adalah pola pikir sebagian besar jurnalis saat ini. merasa jurnalis dan malah menzalimi orang yang harusnya dibantu.. demi uang .. demi bertahannya media tempatnya bernaung. padahal institusi harusnya hanya sekedar alat, bukan tuhan. gejalanya semakin jelas....
No comments:
Post a Comment