TANGGUNGJAWAB MORAL, DIMANA KAMU SEMBUNYI?
pagi ini saya mendapati kasus yang memberatkan hati. kisahnya tentang wabah demam berdarah. seorang anak meninggal dunia, dan lagi-lagi media memanfaatkan kisah itu untuk mendapat story. sang ayah dan ibu sudah menolak bicara. buat mereka terbukti bahwa bagaimanapun kuatnya pemberitaan, tidak membawa kesembuhan dan hidup kedua untuk anaknya. oma dan opa juga menolak bicara. ada bau penanganan tak sigap dari beberapa rumah sakit menghadapi wabah demam berdarah.
cerita itu akan jadi contoh sempurna, ketidaksiapan kita bisa berakibat fatal ....
cerita itu kuat, benar-benar kuat. ada tangis dan tawa. kisah dan airmata. ada drama, tragedi dan informasi. wabah yang sudah berkali-kali terjadi, hanya dapat diramalkan dengan tepat tanpa bisa ditanggulangi. sekali lagi kita, dan orang-orang besar yang merasa bisa mengatur bangsa itu, tak belajar dari bencana.
kehilangan anak adalah bencana bagi orang tuanya dan bagi kita.
melalui proses lobi dan negoisasi, sang nenek mau bertukar rasa dengan reporter yang paling saya andalkan. toh, ia mengharap tidak lagi diberitakan cucunya. jangan membubuhkan garam pada luka... keluhnya.
keputusan akhirnya ada pada saya. tak ada masalah hukum, hanya rasa dan etika. ini jelas cerita. lengkap dengan gambar dan derita.
saya bertanya dalam hati, apa yang harus saya lakukan. tayangkan berita itu, dengan resiko menambah perih duka keluarga itu? atau menahan sebuah berita potensial yang aman secara hukum dan penting sebagai pengingat bagi masyarakat? sepenting apakah privacy keluarga itu dibanding tanggungjawab jurnalis pada publik? apa yang harus kulakukan?
haruskah seorang jurnalis menjadi penyelidik, hakim, juri dan algojo sekaligus?
aku takut keliru....siapa yang mengatakan kita tahu yang layak bagi masyarakat lebih dari masyarakat itu sendiri... siapa yang mengangkat jurnalis jadi pengingat? bagaimana mau mengingatkan kalau kita sendiri tak mengerti benar atau salah? ... ataukah etika memang harus jadi nomer dua setelah tujuan?
tanggungjawab itu ternyata jadi lebih berat daripada pekerjaan itu sendiri.
No comments:
Post a Comment